MEDIA PAKUAN - Warga Myanmar mulai berlatih menggunakan senjata untuk melakukan perlawanan seiring aksi unjuk rasa semakin meningkat.
Aksi kekerasan akan mengakibatkan negara akan terhenti. Hal tersebut diungkapkan Utusan khusus PBB Christine Schraner Burgener
Bahkan warga Myanmar kini mulai berlatih senjata. Sebagian warga telah bergabung dengan organisasi etnis bersenjata.
Baca Juga: Peternak Lokal Menjerit! Siap-Siap Banjir Ayam Impor Dari Brazil, Harganya Rp14.000 per Kilogram
Kekerasan masih terus berlanjut sejak kudeta pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari yang dilakukan oleh junta militer Myanmar.
Hampir setiap hari protes dilakukan oleh warga. Mereka memperjuangkan demokrasi di negeri dituntut kebebasan orang-orang yang telah ditangkap sejak krisi terutama Suu Kyi.
Menurut Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) pasukan keamanan setidaknya telah menewaskan 759 warga sipil dan telah menahan lebih dari 3.400 orang.
Baca Juga: Murka! TNI Polri Kehilangan Jejak Pimpinan Sparatis MIT Poso, Abdul Rakhman Baso: Ganti Personil
Baca Juga: 'Digoda' Majikan Arab Saat Rumah Sepi, Ini yang Dilakukan TKW Asal Indonesia: Mau Apa?
Schraner Burgener memberi pengarahan kepada 15 anggota dewan dari Thailand, di mana dia telah bertemu dengan para pemimpin regional.
Sejak kudeta pada pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, krisis besar mulai terjadi hingga saat kini. Hampir setiap hari protes dilakukan oleh warga pro-demokrasi meskipun militer melakukan kekerasan yang mematikan.
"Administrasi umum negara dapat mengambil risiko terhenti karena gerakan pro-demokrasi terus berlanjut meskipun terus menggunakan kekuatan mematikan, penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan sebagai bagian dari penindasan militer," kata Schraner Burgener, menurut para diplomat.
Selain itu, dia juga mengatakan kepada para diplomat, jika laporan tindakan keras itu terus berlanjut, hal itu dapat menyebabkan rusaknya momentum untuk mengakhiri krisis yang dibuat KTT ASEAN pada Sabtu di Indonesia yang juga dihadiri oleh pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan tersebut, Dewan Keamanan menekankan, pentingnya seruan ASEAN agar segera menerapkan Konsensus Lima Poin tanpa penundaan sebagai langkah pertama menuju solusi damai dan berkelanjutan melalui dialog yang konstruktif.
Selain itu, Schraner Burgener mengatakan, ia menerima laporan yang mengkhawatirkan bahwa warga sipil, kebanyakan dari mereka siswa daerah perkotaan, sedang melakukan latihan cara menggunakan senjata yang dipimpin oleh organisasi etnis bersenjata.
"Dengan tidak adanya tanggapan internasional kolektif, telah terjadi peningkatan kekerasan dan penggunaan alat peledak improvisasi yang dilaporkan.
Schraner Burgener memberi pengarahan kepada 15 anggota dewan dari Thailand, di mana dia telah bertemu dengan para pemimpin regional.
Sejak kudeta pada pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, krisis besar mulai terjadi hingga saat kini. Hampir setiap hari protes dilakukan oleh warga pro-demokrasi meskipun militer melakukan kekerasan yang mematikan.
"Administrasi umum negara dapat mengambil risiko terhenti karena gerakan pro-demokrasi terus berlanjut meskipun terus menggunakan kekuatan mematikan, penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan sebagai bagian dari penindasan militer," kata Schraner Burgener, menurut para diplomat.
Selain itu, dia juga mengatakan kepada para diplomat, jika laporan tindakan keras itu terus berlanjut, hal itu dapat menyebabkan rusaknya momentum untuk mengakhiri krisis yang dibuat KTT ASEAN pada Sabtu di Indonesia yang juga dihadiri oleh pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan tersebut, Dewan Keamanan menekankan, pentingnya seruan ASEAN agar segera menerapkan Konsensus Lima Poin tanpa penundaan sebagai langkah pertama menuju solusi damai dan berkelanjutan melalui dialog yang konstruktif.
Selain itu, Schraner Burgener mengatakan, ia menerima laporan yang mengkhawatirkan bahwa warga sipil, kebanyakan dari mereka siswa daerah perkotaan, sedang melakukan latihan cara menggunakan senjata yang dipimpin oleh organisasi etnis bersenjata.
"Dengan tidak adanya tanggapan internasional kolektif, telah terjadi peningkatan kekerasan dan penggunaan alat peledak improvisasi yang dilaporkan.
" Seruan untuk menahan diri secara maksimal oleh semua pihak telah ditanggapi dengan tanggapan dari beberapa pengunjuk rasa yang menanyakan siapa yang dapat menyalahkan mereka atas pembelaan diri mereka," kata Schraner Burgener, menurut para diplomat.***