Hari Museum Nasional, Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi yang Menarik Perhatian Internasional

- 12 Oktober 2021, 17:58 WIB
Museum Prabu Siliwangi di Komplek Ponpes Al  Fath Kota Sukabumi/ISTMEWA
Museum Prabu Siliwangi di Komplek Ponpes Al Fath Kota Sukabumi/ISTMEWA /Manaf Muhammad
 
MEDIA PAKUAN-Kota Sukabumi dikenal akan potensi wisata heritage dan sejarah yang menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
 
Salah satunya, wisata sejarah berbasis museum dengan peninggalan benda benda sejarah dan memiliki nilai seni seperti di Museum Prabu Siliwangi.
 
Di Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi ini memiliki tiga ruangan utama yaitu Ruangan Benda Sejarah Prabu Siliwangi, Ruangan Benda Sejarah Islam, dan Ruangan Benda Sejarah Umum.
 
Museum yang didirikan pada 2010 ini berlokasi di lingkungan Pondok Pesantren Dzikir Al Fath di kelurahan Karang Tengah kecamatan Gunungpuyuh Kota Sukabumi.
Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi bukan hanya terdapat warisan budaya benda namun juga warisan budaya tak benda (WBTB).
 
Selain memiliki ratusan koleksi benda bersejarah atau warisan budaya benda, terdapat beberapa warisan budaya tak benda antara lain Tradisi Ilmu Pengobatan Etnofarmaka Prabu Siliwangi yang hingga saat ini masih menjadi rujukan pengobatan herbal alternatif di Pengobatan Herbal Etnofarmaka Al Fath.
 
Kemudian, WBTB lainnya adalah Ilmu Silat dari Warisan Prabu Siliwangi Padjadjaran aliran Sang Maung Bodas yang juga menjadi jurus gerakan ciri khas dari Perguruan Pencak Silat Sang Maung Bodas meliputi jurus Golok Kala Petok, jurus Maung Keubet, jurus Panca Kinanti.
 
Selanjutnya terdapat kitab Kuno Warisan dari Walisongo yang bukan hanya sebagai warisan budaya benda tetapi juga menjadi WBTB karena menjadi bahan materi ajaran di Ponpes Dzikir Al Fath Kota Sukabumi.
 
Lalu Warisan Budaya Tak Benda yang menjadi icon Museum Prabu Siliwangi dan Kota Sukabumi yaitu kesenian Boles dan Ngagotong Lisung.
 
Berdasarkan kitab Suwasit yang tersimpan di Museum Prabu Siliwangi, kesenian Boles atau main bola tangan api merupakan permainan zaman kerajaan Pajajaran.
 
Kesenian ini diadaptasi dari tradisi seni budaya Nyonyoo Seneu pada abad ke 13 hingga 15 Masehi di masa kerajaan Pajajaran.
 
Pada zaman itu Boles ini ditampilkan untuk acara-acara penyambutan kedatangan raja, dan upacara upacara kebesaran dari kerajaan Pajajaran yang menonjolkan unsur seni dan olahraga maka Boles sering disebut sebagai olahraga tradisional.
 
Kini Boles kerap dijadikan sebagai seni budaya olahraga dalam acara-acara besar, festival budaya, hingga menjadi perlombaan.
 
Selain itu Boles sangat digemari oleh masyarakat karena bisa dimainkan bukan hanya oleh pemainnya tetapi wisatawan juga bisa merasakan kehangatan bola api yang dipegang.
 
Dalam catatannya Boles bukan hanya seni budaya pertunjukan untuk wisatawan. Contohnya pada Juni 2021 lalu kesenian ini mewakili Indonesia dan Kota Sukabumi dalam ajang olahraga tradisional tingkat internasional Tafisa World Sport Games ke 7 di Lisbon Portugal.
 
Kemudian WBTB selanjutnya yang dimiliki Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi adalah kesenian Ngagotong Lisung.
Seperti Boles, naskah Ngagotong Lisung juga adalah Kitab Suwasit di Museum Prabu Siliwangi. Di dalamnya menyebutkan kesenian ini mengandung makna filosofis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
Kesenian Ngagotong Lisung menggunakan Lisung Pajajaran yang memiliki tiga lubang yakni di depan, di tengah atau yang paling besar, dan di belakang.
 
Lubang di tengah yang paling besar bernama Liang Sanghiyang Agung menggambarkan kekuatan dari Allah SWT. Kemudian lubang di depan yang disebut Liang Batara Sungki dimaknai sebagai kekuatan pemimpin.
Lubang di belakang yang bernama Liang panjanang atau menggambarkan kekuatan rakyat.
 
Selain itu dalam kesenian Ngagotong Lisung ini biasanya dibawa oleh Ki Lengser dengan menggunakan tali pengikat sambil membawa sebuah tongkat yang menggambarkan Halu atau dalam Bahasa Sunda disebut Lulumpang.
 
Fungsi dari tali pengikat ini merupakan simbol peraturan berbangsa dan bernegara kalau di Indonesia berarti undang-undang.
 
Kemudian halu adalah akronim dari haluan dan Lulumpang artinya leuleumpang/ngaleumpangkeun atau berjalan/menjalankan.
 
Untuk menjalankannya, lisung ini dibawa oleh empat orang yang mengisi empat sudut. Ini menggambarkan empat pilar kebangsaan yaitu NKRI, Undang-Undang Dasar, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
 
Artinya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu harus ada tiga kekuatan yang harus bersatu dan selaras yaitu kekuatan Sanghiyang Agung Kekuatan dari Allah SWT, kekuatan Batara Sungki kekuatan pemimpin yang adil dan kekuatan Panjanang kekuatan rakyat yang sejahtera.
 
Maka Lisung atau negara akan aman, damai, tentram dan sejahtera. Apabila tiga kekuatan itu menyatu dan dikendalikan oleh tali peraturan yaitu undang-undang selanjutnya untuk menjalankannya harus ada haluan atau tujuan yang akan dicapai dengan ditopang empat pilar kebangsaan.
 
Ngagotong Lisung bukan hanya WBTB di Museum Prabu Siliwangi tetapi juga ditetapkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat sebagai WBTB asal Kota Sukabumi dengan domain Seni Pertunjukan.
 
Kesenian Boles dan Ngagotong Lisung telah terdaftar di Kemenkumham atas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas nama KH Muhammad Fajar Laksana sebagai penciptanya.
 
Dua kesenian ini menjadi daya tarik di Museum Prabu Siliwangi sebab menjadi seni pertunjukan dalam menyambut wisatawan.
"Warga asing bukan hanya menonton, tapi juga ikut memainkan dan ikut bergembira dengan permainan khas dari Sukabumi dan Indonesia ini yaitu Ngagotong Lisung dan Boles, kelebihannya permainan ini mereka semua bisa terlibat bermain sehingga penonton juga bisa menjadi pemain," kata KH Fajar Laksana yang juga merupakan pendiri Museum Prabu Siliwangi, Selasa 12 Oktober 2021.
 
Seluruh WBTB yang dimiliki Museum Prabu Siliwangi Kota Sukabumi memiliki naskah naskah penjelasan sejarah yang tersimpan rapih.
 
Bahkan Walikota Sukabumi Achmad Fahmi mengatakan potensi wisata yang dimiliki Museum Prabu Siliwangi cukup besar karena bukan hanya memiliki sejarah dan heritage tetapi juga wisata religi karena berlokasi di lingkungan Pondok Pesantren Dzikir Al Fath.
 
"Jadi insyaallah Ngagotong Lisung, Boles ini bukan satu-satunya yang dimiliki Al Fath,  kita harapkan nanti peran pemerintah daerah kita lakukan penataan kita akan lakukan promote sekaligus yang menjadikan pondok pesantren dzikir Al Fath ini menjadi bagian dari wisata agama, wisata seni, wisata budaya kebanggaan kita semua," kata Walikota Sukabumi pada Kamis 30 September lalu.***
 
 

Editor: Hanif Nasution


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x