Kalau Belum Tahu! Ini Ketentuan Pajak Pulsa dan Token Listrik, Acuan Peraturan Menteri Keuangan

- 6 Februari 2021, 18:16 WIB
Ilustrasi penjualan pulsa, token listrik hingga kartu perdana bakal terkena pajak 0,5 persen/Pixabay
Ilustrasi penjualan pulsa, token listrik hingga kartu perdana bakal terkena pajak 0,5 persen/Pixabay /
 
 
MEDIA PAKUAN - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
 
Peraturan tersebut mengatur tentang perhitungan dan pungutan pajak penjualan pulsa, Kartu Perdana, voucher dan token listrik.
 
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut sudah mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Februari 2021. Berikut ulasan terkait PMK nomor 6/PMK.03/2021.
 
 
Dilansir dari situs Ditjen Pajak, menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ada istilah “negative list”.
 
Istilah ini berarti daftar barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.
 
Artinya, seluruh barang atau jasa yang diperjual belikan itu kena PPN kecuali yang ada di dalam daftar itu. Pulsa, kartu perdana, token, dan voucer tidak ada di dalam negative list. 
 
Artinya ke semuanya merupakan barang kena pajak dan kena PPN. Aturan ini sudah ada dan sudah berlaku sejak lama. 
 
 
Jadi uang yang kita bayarkan selama ini untuk membeli pulsa, kartu perdana, voucher, dan token sudah termasuk PPN di dalamnya.
 
Kecuali listrik, karena merupakan barang kena pajak tertentu bersifat strategis dan dalam batas tertentu tidak dikenakan PPN. Hanya listrik dengan daya di atas 6600 watt yang dikenakan pajak. 
 
Dalam bisnis penjualan pulsa dan kartu perdana, ada banyak distributor di antara operator seluler dan masyarakat selaku konsumen akhir.
 
Distributor pertama adalah mereka yang mendapatkan pulsa dan kartu perdana dari operator. 
 
Distributor Kedua, mereka yang mendapatkan pulsa dan kartu perdana dari distributor pertama. 
 
 
Distributor selanjutnya (pengecer) yang mendapatkan pulsa dan kartu perdana dari distributor kedua.
 
Dalam PMK ini diatur pungutan pajak seperti distributor pertama memungut PPN dari distributor kedua, distributor kedua memungut PPN dari distributor selanjutnya (pengecer). 
 
Namun pengecer tidak perlu memungut PPN lagi dari masyarakat dengan demikian tak ada pungutan PPN di setiap rantai.
 
PMK ini menyederhanakan pemungutan PPN dalam penjualan pulsa dan kartu perdana, sehingga jelas tidak ada jenis dan objek pajak baru, konsumen juga tak mengeluarkan tambahan uang saat membeli keduanya.
 
Begitu juga dengan pungutan pajak voucer juga hampir sama dengan token. PPN dikenakan atas imbalan atau komisi atau fee yang diterima oleh distributor voucer dari penyelenggara voucer.
 
 
Sementara token listrik merupakan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis. Listrik dikenakan PPN jika pemakaian dayanya di atas 6600 watt. Kurang dari itu tidak kena PPN.
 
Ketika membayar tagihan listrik melalui bank atau marketplace, kita dipungut biaya administrasi (Fee). Biayanya berkisar dari Rp2.000,00 sampai Rp2.500,00. 
 
Tidak ada PPN atas listrik di sana. Fee yang diterima oleh bank ataupun marketplace itulah merupakan objek PPN. 
 
PPN dikenakan atas biaya administrasi tersebut. Bank ataupun marketplace harus membayar PPN atas jasa itu kepada negara.
 
 
Begitupula ketika membeli token listrik dari distributor token, tidak ada PPN yang dipungut di sana. Distributor token hanya memungut fee atau biaya administrasi dari masyarakat.
 
Biaya administrasi atau fee atau nilai lebih yang dipungut dari konsumen atau apapun namanya itu yang diterima oleh distributor token merupakan objek PPN dan harus dipungut PPN. 
 
Distributor token harus membayar PPN kepada negara sebesar 10%. Masyarakat tidak membayar PPN sama sekali atas token yang dibelinya.***Samsun Ramlie
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Editor: Ahmad R

Sumber: pajak.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x