Dokumen Bocor, Palestina Tolak Rencana Israel Memindahan Pengungsi Gaza: Benarkah Nakba, Terulang? Simak

- 4 Januari 2024, 11:58 WIB
Para anak-anak pengungsi Gaza sedang antri untuk mendapatkan bantuan makanan di Rafah, Gaza Selatan.
Para anak-anak pengungsi Gaza sedang antri untuk mendapatkan bantuan makanan di Rafah, Gaza Selatan. /Hatem Ali

 

MEDIA PAKUAN - Niat penjajah Israel memindahkan pengungsi Palestina dari Gaza, tidak hanya ditolak Pemerintah Palestina. Tapi beberapa negara sekutu melakukan sikap serupa.

Pemerintah Israel mengatakan rencana pengusiran warga Gaza ke Sinai benar-benar dieksekusi Israel, maka Nakba (bencana dalam bahasa Arab) akan terulang.

Bahkan tindakan yang akan dilakukan negara zionis itu, terang-terangan merupakan tindakan sama dengan upaya pembersihan etnis palestina.

Para pengungsi yang terkepung tentara zionis Israel akibat bombardir dalam kondisi menderita.

Baca Juga: Dampak Gempa Sumedang 331 Orang Jadi Korban, Benarkah ?

Pemindahan pasca dokumen internal bocor pekan lalu itu. Dimana isi  dokumen  membeberkan rencana pemerintah Israel memindahkan paksa warga Gaza ke Mesir secara permanen.

Bahkan kini, keaslian proposalnya telah dikonfirmasi langsung oleh pejabat tinggi Israel.

Terkait dokumen proposal yang bocor ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas melalui juru bicaranya, Nabil Abu Rudeineh, menolak.

Palestina merasa pemindahan ini seperti yang terjadi pada peristiwa 1948.

Baca Juga: Pantai Selatan Banten dan Jawa Barat Rawan Tsunami, Gempabumi di Bayah Banten Tak Berdampak: Ini Penjelasannya

Usulan evakuasi warga Palestina di Gaza ke Mesir ini bisa jadi merupakan cara Israel untuk mengambil alih Gaza.

Rencana Israel buat mengusir warga Palestina untuk diduduki warga Israel mendapat reaksi keras dari otoritas Palestina. Bahkan kelompok perlawanan pejuang Hamas menyatakan penolakannya.

Pernyataan Hamas itu merespons komentar dua menteri garis keras Israel Bezalel Smotrich (Menteri Keuangan) dan Itamar Ben Gvir (Menteri Keamanan).

kedua menteri itu, menyerukan "evakuasi sukarela" kepada warga Palestina dari Gaza dan meminta negara-negara menerima pengungsi Gaza.

Baca Juga: Pasca Bayah Banten, Gempabumi Terjang Laut Banda Maluku Tengah, Daryono: Tidak Picu Tsunami

Namun, ternyata penjajah Israel diam diam melakukan pertemuan dengan pemerintah kongo dan sejumlah negara lain.

Mereka untuk mencari wilayah peluang untuk menampung pengungsi Gaza Palestina.

Bahkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tengah menjalankan kontak-kontak rahasia dengan Kongo untuk menerima jutaan pengungsi dari Gaza.

Selain itu, sejumlah negara juga dikabarkan telah dihubungi.

"Saat ini Kongo bersedia menerima pengungsi, dan kami sedang berbicara dengan negara-negara lain," ungkap seorang sumber senior dalam kabinet keamanan.

Baca Juga: Para Pejabat dan Pegawai di Lingkungan Kantor BNNK Sukabumi Mendadak Test Urine, Ada Apa? Ini Penjelasannya

Perwakilan permanen Israel untuk PBB sekaligus anggota partai Likud pendukung Netanyahu, Danny Danon, mengungkapkan dukungannya terhadap rencana tersebut.

Dia merupakan salah satu pendukung utama rencana untuk mendorong warga Palestina meninggalkan Jalur Gaza.

Selasa 2 Januari 2024, Danon menyampaikan rencana lima langkahnya untuk mengatasi masalah pengungsi Palestina dalam sebuah konferensi di Knesset.

5 langkah tersebut yakni demobilisasi, membentuk zona buffer keamanan, kehadiran Israel di perlintasan perbatasan Rafah antara Gaza dan Mesir, migrasi sukarela, dan menghilangkan atmosfer teroris.

Namun, Departemen Luar Negeri AS mengecam pernyataan dua anggota kabinet Pemerintah Israel, Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir, yang mendorong pengusiran warga Palestina dari Gaza.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa pernyataan tersebut bersifat menghasut dan tidak bertanggung jawab.

Baca Juga: BNPB Gerak Cepat, Bantuan Gempabumi di Sumedang Terkendala Pendataan, Suharyanto: Segera di Data!

Washington juga menegaskan bahwa posisinya tetap konsisten bahwa Gaza adalah tanah Palestina dan Hamas tidak boleh mengendalikan masa depan Gaza.

Pernyataan-pernyataan kontroversial dari pejabat Israel ini memperlihatkan adanya ketegangan antara pemerintahan Netanyahu dan Amerika Serikat terkait perencanaan untuk Gaza setelah pertempuran melawan Hamas berakhir.***


 


 

Editor: Ahmad R

Sumber: PRMN


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah