MEDIA PAKUAN - Uni Eropa (UE) menjatuhkan sanksi terhadap 10 pemimpin militer Myanmar serta dua konglomerat militer raksasa yang telah berbuat kekerasan terhadap pengunjuk rasa sejak kudeta.
Sanksi yang dijatuhkan oleh UE ini berupa pembekuan aset dan larangan visa yang diumumkan pada senin kemarin.
Negara-negara anggota UE mengatakan, mereka yang berbuat kekerasan tersebut harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
"semua bertanggung jawab atas merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar / Burma, dan atas keputusan yang represif dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius". kata mereka.
Baca Juga: Sudah Daftar BLT UMKM Namun NIK KTP tidak Terdaftar di eform.bri.co.id, Segera Ketahui Penyebabnya
Uni Eropa mengatakan, Dewan Administrasi Negara Myanmar juga harus bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut.
"Dewan Administrasi Negara Myanmar (SAC), yang dibentuk oleh militer sehari setelah merebut kekuasaan, harus bertanggung jawab atas merusak demokrasi dan supremasi hukum”, kata Uni Eropa dalam Jurnal Resminya, yang dikutip Media Pakuan dari Alazeera.
"Pasukan dan otoritas militer yang beroperasi di bawah kendali SAC telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius sejak 1 Februari 2021, menewaskan pengunjuk rasa sipil dan tidak bersenjata," sambung Uni Eropa.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan setelah pembicaraan virtual dengan rekan-rekannya di Uni Eropa hari Senin bahwa pemerintah militer telah mengarahkan negara ke jalan buntu.
Baca Juga: Update! Token Listrik Gratis 100% April 2021 Berubah Menjadi Diskon, Inilah Mekanismenya
Baca Juga: Ingin Tahu 8 Smartphone Realme Dengan Kualitas Kamera Terbaik, Cek Inilah Spesifikasinya
Dia juga mengatakan, itulah sebabnya kami meningkatkan tekanan untuk membawa militer ke meja perundingan
Sebelumnya Sanksi yang telah dijatuhkan tersebut merupakan yang telah lama dituntut oleh kelompok hak asasi manusia, melarang investor dan bank UE melakukan bisnis dengan perusahaan tersebut.***