Frustasi Baku Tembak! Warga Myanmar Memilih Unjuk Rasa Daripada Liburan Tahun Baru

- 14 April 2021, 17:34 WIB
Myanmar Semakin Kalut, Indonesia Bersiap Tekan Dewan Keamanan PBB Agar Junta Militer Dikenai Embargo Senjata
Myanmar Semakin Kalut, Indonesia Bersiap Tekan Dewan Keamanan PBB Agar Junta Militer Dikenai Embargo Senjata /Twitter.com/@UNHumanRights


MEDIA PAKUAN - Para aktivis yang menentang pemerintahan militer di Myanmar lebih memilih melakukan ujuk rasa.
 
Mereka mengabaikan perayaan tahun baru tradisional yang berlangsung pada hari Selasa, 13 April 2021.

Para aktivis masyarakat sipil ini menunjukkan kemarahan mereka terhadap kudeta militer yang telah berlangsung sejak 1 Februari 2021.

Libur tahun baru Thingyan yang biasanya dirayakan dengan doa, ritual pembersihan patung Buddha di kuil.
 
 
 
 
Dan penyiraman air di jalanan tahun ini tidak mereka lakukan.

"Kami tidak merayakan Myanmar Thingyan tahun ini karena lebih dari 700 jiwa pembela hak sipil yang tidak bersalah telah terbunuh," kata seorang pengguna Twitter bernama Shwe Ei seperti dikutip dari Reuters.

Begitupun dengan perempuan yang mengenakan pakaian bagus untuk hari raya terpenting tahun ini juga melakukan aksi membawa pot tradisional berisi bunga tujuh tangkai.
 
 
 

Banyak orang yang melakukan aksi unjuk rasa tersebut melukiskan penghormatan tiga jari pada pot yang mereka bawa pada aksi hari Thingyan Myanmar.

Protes juga dilakukan diberbagai kota di Myanmar, mereka protes dengan menuliskan "Selamatkan Myanmar" sebagai aksi jalanan dalam menentang rezim militer.

Sebelumnya para aktivis juga telah menyerukan protes serupa sepanjang liburan, yang berlangsung hingga Sabtu, untuk menjaga momentum kampanye mereka.

Salah satu pengguna twitter di Myanmar menyebut, ini adalah tahun kedua berturut-turut perayaan tahun baru dibatalkan. Tahun lalu, itu karena virus korona baru.

"Kami tidak bisa menikmati tahun ini. Kami akan merayakannya begitu kami mendapatkan demokrasi," kata pengguna Twitter lainnya, Su Su Soe.

Sejak Februari 2021, kudeta yang dilakukan militet telah menjerumuskan Myanmar kembali kedalam krisis demokrasi setelah 10 tahun keluar menuju demokrasi.

Para penentang pemerintahan militer telah melakukan protes setiap hari dan para pekerja di banyak sektor melakukan pemogokan, membuat ekonomi terhenti.

Pasukan keamanan telah menanggapi dengan paksa, menewaskan 710 pengunjuk rasa sejak kudeta, menurut penghitungan oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Abaikan kekerasan yang dilakukan rezim militer, warga Myanmar terus turun ke jalan menuntut diakhirinya kekuasaan militer dan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.

Suu Kyi dikenal yang memimpin perjuangan Myanmar melawan kekuasaan militer selama beberapa dekade dan yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991.

Suu Kyi telah ditahan sejak kudeta tersebut dan didakwa dengan berbagai pelanggaran. Ini termasuk melanggar tindakan rahasia resmi era kolonial yang bisa membuatnya dipenjara selama 14 tahun.***





Sumber: https://www.reuters.com/article/BigStory12/idUSKBN2C00CX
 

Editor: Ahmad R

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x