Eks Jubir KPK Febri Diansyah Angkat Bicara Terkait Penarikan Sertifikat Tanah oleh BPN

- 7 Februari 2021, 13:37 WIB
Febri Diansyah
Febri Diansyah ///Instagram.com/@onoyirtureh



MEDIA PAKUAN - Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah angkat bicara terkait isu perubahan buku sertifikat tanah menjadi elektronik.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) telah menerbitkan peraturan menteri (Permen) yang mengatur tentang sertifikat tanah elektronik.

Menanggapi isu penarikan buku sertifikat tanah asli dari masyarakat, serta pro kontra pendapat yang berkembang di tengah masyarakat, Febri Diansyah turut angkat bicara melalui akun twitternya @febridiansyah.

Baca Juga: Member BTS Tak Berani Menyentuh Jimin BTS Jika Sedang Dalam Keadaan Ini

Menurutnya perubahan sistem administrasi dari kertas menjadi elektronik itu sebenarnya bagus, karena akan memudahkan masyarakat dalam melakukan pendaftaran tanah, maupun pemeliharaan lainnya.

Namun, segala sesuatunya perlu dipersiapkan dengan matang, termasuk antisipasi tindak pidana korupsi yang mungkin saja bisa dimanfaatkan dari celah pengadaan sertifikat elektronik.

Selain itu juga penting menetapkan pegawai yang memiliki integritas dalam pengelolaan akses data pertanahan milik masyarakat, karena data pertahanan merupakan data yang terbilang rawan.

Baca Juga: Datangkan 88 Liter Bahan Aktif AstraZeneca, Brazil Siap Buat Vaksinasi Covid 19

Febri mengaitkannya dengan peristiwa kasus korupsi dalam pengadaan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik yang mengakibatkan munculnya ketidak jelasan penggunaan sistem data KTP elektronik.

"Mengubah kertas jadi elektronik itu bagus. Tp belajar dr peristiwa kasus KTP Elektronik, baik dari aspek korupsi, pihak yg bs akses data, kesiapan peralatan, kapasitas & integritas pegawai hingga validitas jauh lebih penting." cuitnya seperti dikutip pada Minggu, 7 Februari 2021.

Febri menerangkan, celah tindak pidana korupsi selalu ada dalam proyek atau kebijakan yang menggunakan anggaran negara dengan nilai besar.

Baca Juga: Gagalkan Aksi Transaksi Besar, Polda Jambi Ringkus Bos Ekspor Ilegal Baby Lobster
Maka sudah seharusnya setiap kebijakan program pemerintah yang mengeluarkan anggaran besar disetai dengan sistem antisipasi resiko tindak pidana korupsi.

"Dari banyak perkara korupsi terkait kebijakan dan anggaran yg besar, Saya pikir sudah saatnya kita lebih serius menempatkan 'asesmen risiko korupsi' sebagai hal utama. Dan diumumkan, karena menggunakan dana publik," ujarnya.

Ia menyebut hal itu sangat penting dilakukan sebagai antisipasi sejak dini, sehingga pencegahan tindak pidana korupsi tidak hanya sebatas selogan dan seremonial saja.

Baca Juga: Inilah 10 Daftar Harga Monitor Terbaik di Februari 2021: LG, Samsung, HP, BenQ, dan Asus

"Agar pencegahan korupsi tidak terjebak selogan dan seremonial semata," tutur advokat lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) itu.

Febri meyakini adanya beberapa perubahan di BPN terkait pelayanan publik pendaftaran tanah.

Baca Juga: Lil Nas X Pecahkan Rekor Dunia, Setelah Lagu Gangnam Style, Viral Tiktokers

Namun apabila masyarakat ingin mengetahui apakah masih ada atau tidak korupsi dalam proses pelayanan tersebut, dengan mudah bisa bertanya pada Notaris atau PPAT yang berhubungan dengan petugasnya.

Ia menegaskan sudah cuku proyek KTP elektronik menjadi sebuah pembelajaran yang sangat berharga.

"Poinnya, sebelum mengambil kebijakan yang berefek besar pada publik dengan anggaran sangat besar, maka sangat penting lakukan mitigasi risiko korupsi sejak awal," ucapnya.

Baca Juga: Bersamaan dengan Gerakan 'Jateng Di Rumah Saja', Lima Kecamatan di Semarang Terendam Banjir

Febri juga mengingatkan KPK agar terus memproses kasus korupsi KTP elektronik. Ia menyebut masih banyak politisi dan pihak swasta yang perlu diperiksa lebih lanjut.

Sebab menurutnya kasus tidak pidana korupsi KTP elektronik merupakan persekongkolan korupsi yang terbilang sempurna antara birokrasi, politisi, dan pengusaha.

"Sekalian di momen ini kita ingatkan juga pada KPK untuk terus memproses kasus korupsi KTP Elektronik. Masih banyak nama politikus dan swasta yang perlu dibaca-baca lagi. Kasus korupsi E-KTP ini sempurna melibatkan persekongkolan, Politikus, Pebisnis, dan Birokrasi," tutupnya.***Samsun Ramlie.

Editor: Adi Ramadhan

Sumber: Twitter @febridiansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah