Dibubarkan, Begini Kontroversi Front Pembela Islam yang Jadi Sorotan Publik

- 2 Januari 2021, 09:04 WIB
Ilistrasi petugas membongkar atribut-atribut FPI.
Ilistrasi petugas membongkar atribut-atribut FPI. /ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
 
MEDIA PAKUAN - Beberapa waktu lalu, Front Pembela Islam (FPI) menjadi perbincangan hangat di jagat maya, lantaran pembubarannya yang dilakukan oleh Pemerintah, sehingga hal tersebut menuai berbagai reaksi dari masyarakat.
 
FPI menjadi sangat terkenal karena aksi-aksinya yang kontroversial sejak tahun 1998, terutama yang dilakukan oleh laskar paramiliternya yakni Laskar Pembela Islam yang seringkali menjadi sorotan publik.
 
Rangkaian aksi penutupan klub malam, tempat pelacuran dan tempat-tempat yang diklaim sebagai tempat maksiat, ancaman terhadap warga negara tertentu, penangkapan (sweeping) terhadap warga negara tertentu, serta konflik dengan organisasi berbasis agama lain, merupakan wajah FPI yang paling sering diperlihatkan dalam media massa.
 
 
Di samping aksi kontroversial yang dilakukan, FPI juga melibatkan diri dalam aksi-aksi kemanusiaan antara lain pengiriman relawan ke daerah bencana tsunami di Aceh, bantuan relawan dan logistik saat bencana gempa di Padang, serta beberapa aktivitas kemanusiaan lainnya.
 
Tindakan FPI sering dikritik berbagai pihak karena tindakan main hakim sendiri yang berujung pada perusakan hak milik orang lain.
 
Pernyataan bahwa seharusnya Polri adalah satu-satunya intitusi yang berhak melakukan hal tersebut, dijawab dengan anggapan bahwa Polri tidak memiliki insiatif untuk melakukannya.
 
 
Sebagai ketua FPI, Muhammad Rizieq Shihab (MRS) menyatakan, FPI merupakan gerakan lugas dan tanpa kompromi sebagai cermin dari ketegaran prinsip serta sikap.
 
Menurut Rizieq, kekerasan yang dilakukan FPI dikarenakan kemandulan dalam sistem penegakan hukum, sehingga dirinya menyatakan bahwa FPI akan mundur bila hukum sudah ditegakkan.
 
Ia menolak anggapan bahwa beberapa pihak menyatakan FPI anarkis dan kekerasan yang dilakukannya merupakan cermin kebengisan hati dan kekasaran sikap.
 
 
Karena aksi-aksi kekerasan itu dinilai meresahkan masyarakat, termasuk dari sebagian golongan Islam sendiri, beberapa ormas menuntut agar FPI dibubarkan.
 
Melalui kelompok surat elektronik yang tergabung dalam forum wanita-muslimah mereka mengirimkan petisi pembubaran FPI dan ajakan bergabung.
 
Mereka menilai bahwa meskipun FPI membawa nama agama Islam, pada kenyataannya tindakan mereka bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami, bahkan tidak jarang menjurus pada vandalisme.
 
 
Sedangkan menurut Pengurus FPI, tindakan itu dilakukan oleh oknum-oknum yang kurang / tidak memahami Prosedur Standar FPI.
 
Pada bulan Mei 2006, FPI sempat berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pertikaian ini berawal dari acara diskusi lintas agama di Purwakarta, Jawa Barat.
 
Gus Dur yang hadir disana sebagai pembicara, sempat menuding organisasi-organisasi Islam yang mendukung Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi disokong oleh sejumlah jenderal.
 
 
Perdebatan antara Gus Dur dan kalangan FPI pun memanas sampai akhirnya mantan presiden ini turun dari forum diskusi.
 
Pada bulan Juni 2006 Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo dan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto untuk menindak ormas-ormas anarkis secepatnya. 
 
Melalui Menko Polhukam Widodo AS saat itu, Pemerintah sempat mewacanakan pembubaran ormas berdasarkan peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985, tetapi hal ini hanya berupa wacana dan belum dipastikan.
 
 
Namun, ditahun 2020 lalu, Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan, meskipun menuai pro dan kontra dari para anggotanya, maupun masyarakat luas.
 
Kabarnya pendirian ormas di Indonesia harus berdasarkan Pancasila, sedangkan FPI berdasarkan syariat Islam dan tidak mau mengakui dasar lainnya.
 
Kalangan DPR juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap ormas-ormas yang bertindak anarkis dan meresahkan ini. Tindakan tegas aparat keamanan dinilai penting agar konflik horizontal tidak meluas.
 
 
Pada 20 Juni 2006 Dalam acara diskusi "FPI, FBR, versus LSM Komprador" Rizieq menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk membubarkan ormas Islam adalah pesanan dari Amerika merujuk kedatangan Rumsfeld ke Jakarta.
 
FPI sendiri menyatakan bahwa bila mereka dibubarkan karena tidak berdasarkan Pancasila, maka organisasi lainnya seperti Muhammadiyah dan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) juga harus dibubarkan.
 
Insiden Monas adalah sebutan media untuk peristiwa penyerangan yang dilakukan FPI terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) di silang Monas pada tanggal 1 Juni 2008.
 
 
Insiden Monas dalam rangka memperingati Hari Lahirnya Pancasila terus menuai protes.
 
Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan kriminalitas nyata. Sementara Ketua DPR Agung Laksono, menilai kekerasan itu tidak bermoral.
 
 
Aksi menentang FPI terjadi di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Mojokerto, Malang, Jember dan Surabaya, Jawa Timur oleh ratusan ormas seperti PMII, Banser, Satgas, Garda Bangsa and GP Anshor yang umumnya merupakan partisan PKB Gus Dur, masa mulai mengancam apabila pemerintah tidak mengambil tindakan, mereka akan mengambil tindakan sendiri.
 
Di Yogya, sekelompok orang tidak bersenjata berjumlah sekitar 100 orang, menggunakan sepeda motor menyerbu kantor FPI di Sleman pada 2 Juni 2008 dan merusak papan nama FPI.
 
Di Bali, Masyarakat Aliansi Penegak Pancasila menggelar aksi pengecaman terhadap tindakan FPI di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali.***

Editor: Adi Ramadhan

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x