MEDIA PAKUAN - Penulis senior dan konsultan strategis asal Swedia, Bertil Lintner, dalam sebuah artikel Asia Times mengemukakan bahwa Rusia sedang memainkan pedang bermata dua yang berbahaya di Myanmar.
Pasokan senjata Rusia ke Junta Militer Myanmar dimulai sekitar tiga puluh tahun lalu, saat para jenderal yang memerintah, mengurangi ketergantungan perangkat militernya dari China.
Beijing yang berada di bawah sanksi Barat, memulai mengisi kebutuhan dalam negerinya, usai pemberontakan nasional di negara itu pada tahun 1988.
Moskow untuk pertama kalinya menjual empat jet tempur MiG 29 ke Myanmar pada tahun 2001, kemudian mengirim sepuluh lagi pada tahun 2002.
Rusia menjual helikopter tempur Hind Mi 35, helikopter angkut Mi 17, pesawat terbang darat Yak 130, kendaraan lapis baja ringan, senapan mesin berat dan peluncur roket.
Myanmar juga telah mengirimkan 5.000 tentara dan ilmuwan ke sekolah militer Rusia sejak awal 1990-an.
Pemimpin junta Jenderal, Min Aung Hlaing, dikabarkan telah tiga kali mengunjungi Rusia, sejak kudeta 1 Februari 2021.
Presiden Vladimir Putin juga mengakui Min Aung Hlaing sebagai perdana menteri dan mendukung junta sebagai pemerintah sah Myanmar.