Dunia Dihadapkan pada Peningkatan Potensi Kerusuhan Sipil di 101 Negara: Dampak Inflasi dan Energi

3 September 2022, 12:28 WIB
AS dan UE Membela Diri atas Kesalahan yang Menyebabkan Jutaan Orang Kelaparan /Ilustrasi/Foto oleh MART PRODUCTION: https://www.pexels.com/id-id/foto/banner-lelah-kesepian-murung-8078517/

MEDIA PAKUAN - Sebuah studi baru oleh Verisk Maplecroft, sebuah perusahaan konsultan strategis global yang berbasis di Inggris, melaporkan peningkatan potensi kerusuhan sipil di 101 negara dunia, Kamis, 1 September 2022.

Dalam Indeks Kerusuhan Sipil (CUI) yang berasal dari serangkaian survei yang menilai berbagai faktor, seperti inflasi dan mekanisme pemerintah untuk mengatasi atau meredakan konflik, serta dampak kerusuhan secara keseluruhan.

Dari 198 negara di seluruh dunia, hanya 42 negara yang mengalami penurunan risiko kerusuhan sipil pada periode yang disurvei, sementara 101 diantaranya mengalami peningkatan.

Baca Juga: Jenderal Ukraina Sergei Krivonos: Ratusan Ribu Pasukan Ukraina Tewas dalam Strategi Perang yang Salah

Meningkatnya risiko kerusuhan sipil tersebut diantaranya sebagai akibat dari dampak inflasi pada harga makanan pokok dan energi.

Terungkap bahwa dampak itu telah terjadi, dimana ketidakpuasan atas kenaikan biaya hidup yang muncul mulai dari Uni Eropa, Sri Lanka dan Peru ke Kenya, Ekuador dan Iran.

Eropa berada pada peringkat negatif, dengan risiko kerusuhan sipil yang sebagian besar karena dampak dari invasi Rusia ke Ukraina.

Situasi di benua biru itu diperkirakan akan semakin buruk dalam enam bulan ke depan. Bosnia dan Herzegovina, Swiss, Belanda, Jerman, dan Ukraina semuanya di antara negara bagian dengan proyeksi peningkatan risiko terbesar.

Baca Juga: Inggris Danai Proyek Serangga untuk Konsumsi Penduduk Kongo dan Zimbabwe: Atasi Kelaparan

Menurut CUI peningkatan kerusuhan sipil saat ini menjadi yang terbesar sejak rilis terakhirnya di tahun 2016.

Lebih dari 80% negara di dunia mengalami inflasi di atas 6%, dimana risiko sosial ekonomi mencapai tingkat kritis.

Hampir setengah dari semua negara dikategorikan sebagai berisiko tinggi atau ekstrem. Namun dalam enam bulan kedepan, disebutkan sejumlah besar negara bagian diperkirakan akan mengalami penurunan lebih lanjut.

Maplecroft menjelaskan hanya penurunan signifikan dalam harga pangan dan energi global yang dapat menahan tren global negatif dalam risiko kerusuhan sipil.

Namun kekhawatiran resesi meningkat dan inflasi diperkirakan akan jauh lebih buruk pada tahun 2023 daripada pada tahun 2022.

Musim gugur dan musim dingin yang dingin di Eropa akan memperburuk krisis energi dan biaya hidup yang sudah serius.

Peningkatan kekeringan dan tekanan air secara global akan memperburuk harga pangan yang sudah tinggi dan memicu protes lokal di daerah yang terkena dampak.

Kerusuhan sipil memuncak kemungkinan akan terjadi di mana terdapat perbedaan pendapat yang tajam dan ketidakmampuan untuk melindungi penduduk dari kenaikan biaya hidup terbatas.

Investor akan terburu-buru untuk keluar terlebih dahulu, membuat pemerintah yang paling rentan bahkan kurang siap untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko kerusuhan sipil.***

Editor: M Hilman Hudori

Tags

Terkini

Terpopuler