Atas dasar itu, pihak korban mengajukan keberatan dan meminta persidangan dibatalkan. "Di sini saya mengajukan keberatan dan pengen dibatalkan dicabut izin itu dan sehingga pengadilan akan menghentikan dulu sidang ini sebelum secara prosedural mekanisme internalnya diselesaikan," jelasnya.
Sementara itu mengenai dugaan KDRT, DM mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada April 2023 di rumahnya di Perumahan Gading Regency dan sempat hendak dilaporkan ke pihak kepolisian. Namun ditempuh melalui mediasi.
"Dipukul tangan kosong. Kejadian di rumah. Nggak laporan karena konsultasi saja," tandasnya.
Selain itu menurut DM, suaminya telah meninggalkannya sejak sekitar awal Maret 2024. Dia menduga suaminya memiliki hubungan lebih dengan atasannya karena dia memiliki bukti tangkapan layar percakapan mereka berdua di WhatsApp.
Baca Juga: Investasi Bodong Berkedok Gadai Rumah, Belasan Warga Sukabumi jadi Korban
Dalam satu bulan terakhir, dia mengaku tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin yang menjadi kewajiban suaminya. Dia menyebut, dirinya dipaksa oleh suami untuk koperatif dalam persidangan apabila ingin dinafkahi.
"Dari awal bulan ini nggak ada. Bulan ini tuh sama sekali nol. Sebelumnya ada hanya dia intervensi kalau mau dikasih (nafkah) kamu harus koperatif di pengadilan, itu saja, jadi dia ngasih Rp250 ribu, Rp500 ribu, Rp1 juta. Padahal statusnya saya masih sebagai istrinya," jelas DM.
Sementara itu kuasa hukum dari BCA sempat diminta konfirmasi, akan tetapi belum bisa memberikan tanggapan ataupun jawaban.
Dikonfirmasi terpisah, Penjabat (Pj) Wali Kota Sukabumi Kusmana Hartadji mengatakan, pihaknya melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) saat ini sedang menangani dugaan pelanggaran atas PP 10/1983.
Baca Juga: Kota Sukabumi Dilanda Bencana Bertubi-tubi dalam 1 jam kurang, Sejumlah Rumah Warga Rusak