JAGA TRADISI! Warga Adat Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok Palabuhanratu Gelar Ritual Nganyaran Sangu Pare Anyar

- 5 Juni 2021, 07:32 WIB
Warga ada Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi tengah menggelar kegiatan untuk menjaga tradisi
Warga ada Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi tengah menggelar kegiatan untuk menjaga tradisi /Ahmad R/

MEDIA PAKUAN - Di Kasepuhan Sinar Resmi, Palabuhanratu, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi menggelar Ritual Nganyaran Nyangu Pare Anyar. 

Kegiatan yang berlangsung di Imah Gede Kasepuhan Sinar Resmi penuh khidmat. Para pini sepuh, tokoh adat dan warga adat menggelar doa bersama untuk keselamatan bangsa Indonesia. 

Abah Asep Nugraha, ketua adat Kasepuhan Sinar Resmi, pada acara Ritual Nganyaran Nyangu Pare Anyar  (Mengawali Masak Nasi dari padi hasil panen baru, red), merupakan salah satu bagian dari rangkaian kebiasaan adat di Kasepuhan Sinar Resmi.

Baca Juga: Tak Hadir Saat Ayah Meninggal, Netizen Berempati Pada Ria Ricis : Kak Icis Pasti Sedih Banget

Sebelum acara nganyaran nyangu pare anyar, didahului oleh rangkaian acara mipit (memetik padi atau panen), ngunjal, ngadiukeun (menyimpan padi di lumbung padi), dan nutu (numbuk padi secara tradisional).

"Ritual yang sudah berlangsung berabad-abad ini masih terpelihara dengan baik di Kasepuhan Sinar Resmi, sebagai cara dan ciri yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi", ujar Abah Asep.

Lebih lanjut Abah Asep mengatakan rangkaian tradisi nganyaran nyangu pare anyar ini, yang utama adalah merupakan wujud ungkapan rasa syukur kepada  Maha Kuasa, Allah SWT. 

Baca Juga: Tidak Perlu Galau! Pemerintah Dorong Digitalisasi hingga 30 Persen Bagi Pelaku UMKM

Abah Asep mengatakan ada tiga hal yang harus dijaga dari karuhun (leluhur) Abah, yaitu Sara (agama), Nagara dan Mokaha (adat), nyanghuluna kana hukum, nunjangna ka nagara, mufakat jeung balarea (berpedoman kepada hukum, mendukung menguatkan negara, selaras dengan khalayak umum, red). tiluna sapamulu, duana sakarupa, nu hijina eta keneh. 

"Tradisi yang diturunkan dari sesepuh sebelumnya yang harus terus-menerus dirumat, dirawat dan diruwat. Ini keharusan kita mupusti bukan migusti untuk menyeimbangkan dengan adat kebiasaan.
Kesemuanya itu diimplemantasikan dalam perbuatan dan tindakan sehari-hari", tuturnya.

Dia mengatakan setiap hasil panen padi ada jekatnya. Dimana jekat itu sejumlah bagian yang harus dikeluarkan dari hasil panen, untuk diberikan kepada yang berhak, seperti yatim, piatu, fakir, miskin, jompo, dan lain-lain yang memerlukan.

Baca Juga: Australia Panik! Virus Delta Covid 19 Ditemukan di Melbourne, Varian Baru Mudah Menyebar

"Misalkan saja kita mendapat 100 pocong hasil panen padi, maka 10 pocong adalah jekatnya yang harus diserahkan kepada yang berhak", tutur Abah Asep.

Dia mengatakan setiap keluarga harus punya leuit, untuk menyimpan padi, dan bagi yang kebetulan tidak memiliki sawah atau ladang, leuitnya diisi dari hasil aturan tertentu seperti paro, mertelu, ngepak dan derep.

Abah menegaskan ini implementasi dari ajaran nulung kanu butuh, tatalang kanu susah, nganteur kanu sieun, ngajait kanu ti teuleum, ngahudangkeun kanu labuh, ngelingan kanu lali, dalam ajaran leluhur kita, terang Abah Asep.

Baca Juga: Meski Netanyahu Diberhentikan, Warga Gaza Sebut Semua Pemimpin Israel Sama Jahatnya

Terkait pandemi yang sedang dihadapi bersama, Abah Asep mengatakan di Kasepuhan Sinar Resmi , selain menjalankan tradisi, kearfian lokal untuk menghadapinya, juga tetap mengikuti arahan dan ketentuan dari pemerintah seperti penerapan protokoler kesehatan.

Sinar Resmi selalu berusaha untuk melakukan hal yang terbaik sesuai dengan hukum agama, nagara dan adat untuk kemaslahatan bangsa, negara dan masyarakat, pungkas Abah Asep.***

Editor: Ahmad R

Sumber: Media Pakuan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah