Pater Petrus Vertenten, MSC Si Tangan Dingin Dari Papua

- 25 Agustus 2020, 10:21 WIB
/Popi Siti Sopiah/

MEDIA PAKUAN- Di Merauke sekitar satu abad yang lalu, kira-kira dalam kurun waktu tahun 1913-1925, terjadi musibah wabah penyakit yang sangat ganas.

Dari tanah Anim mulai dari kampung-kampung yang berada di pesisir Pantai,Sampai kampung-kampung sepanjang sungai di daerah pedalaman. Tidak pandang bulu, penyakit ini meyerang siapa saja, perempuan maupun laki-laki, tua maupun muda, kecil maupun besar dan saling menular.

Baca Juga: Anggaran untuk Pekerja Gaji di Bawah Rp5 Juta Mulai Disalurkan Pemerintah

Di kampung Borem/Bokem misalnya, dalam beberapa hari saja sudah ada sebelas orang yang dikukuburkan akibat kebrutalan penyakit yg ganas ini.

Saat itu suku malind hampir berada dalam bayang-bayang kepunahanoleh wabah penyakit tersebut, berbagai upaya dilakukan tindakan penyelamatan dan pencegahan.

Baca Juga: Hentikan Orang Tua Mencium Anak pada Bibirnya, Fakta Menurut Agama dan Psikilogi Begini

Melihat peristiwa yang mengerikan ini, seorang Pastor John van de Kooy, MSC (Pater Kooy)relawan missi Katolik melalui Konggergasi Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) yang pada waktu itu sedang menjalankan karya Missinya di tanah Malind tidak tinggal diam.

Akhirnya dia melakukan pengobatan dengan pengobatan yang apa adanya, pada saat itu Tindakan pengobatan yang dilakukan Pater Kooy ternyata tidak begitu membuahkan hasil yang baik karena jenis obat yang diberikan tidak sesuai dengan penyakit yang diderita para pasien.

Baca Juga: Mau Mudah Lulus Tes Pembuatan SIM, Ini Bocorannya

Hal ini tentu dapat dimaklumi karena sampai dengan saat itu penyakit mematikan ini belum diketahui dengan pasti jenisnya, sehingga
persedian obat yang ada pun tidak sesuai.

Ketidakberhasilan pengobatan awal ini senakin diperparah lagi dengan para pasien yang “kabur”/melarikan diri pada saat masa pengobatan sedang dilakukan.

Baca Juga: Indonesiaku Keren! Keunikan Perayaan Kegiatan HUT Kemerdekaan RI Ke-75

Pater Kooy tidak patah semangat dan tetap mencari cara lain untuk bisa mencegah “pembunuhan massal” yg terjadi ini, meskipun diliputi kebingungan. Korban terus berjatuhan dan semakin hari semakin banyak yang meninggal

Setelah mempelajari pola penyebaran penyakit ini kemudian menilai bahwa penyakit ini merupakan penyakit kelamin yang menular melalui hubungan sex bebas dan juga praktek-praktek ritual adat “tertentu” yang kerap kali dilakukan oleh penduduk Malind.

Baca Juga: Otak Pelaku Penambakan Bos Pelayaran di Kelapa Gading Ternyata Karyawati

Dialah Pater Petrus Vertenten, MSC, – sang pelukis “Ha-Anim”- yang kemudian memunculkan ide dan gagasan cemerlang untuk memecahkan kebingunan dan kepanikan Missi akan ancaman kepunahan penduduk di Pantai Selatan ini.

Idenya adalah: “memisahkan penduduk yang sudah berstatus pasien dan yang masih sehat guna mencegah terjadinya penularan penyakit ini”. Caranya dengan membangun suatu unit permukiman baru yang diperuntukkan khusus untuk menampung penduduk yang masih sehat.

Baca Juga: Hentikan Orang Tua Mencium Anak pada Bibirnya, Fakta Menurut Agama dan Psikilogi Begini

Oleh Pater Vertenten sendiri, konsep ini dinamakan konsep “Kampung Teladan”. Konsep ini kemudian diterima dan mulai “dieksekusi” dan Missi menyerahkan tugas mulia ini dibawah komando Pater Vertenten. Rumah-rumah di kampung Teladan mulai dibangun menggunakan kayu yang diambil dari tepian kali Maro.

Peraturan pun dibuat, untuk menjadi penghuni Kampung Teladan, calon penghuni tidak hanya harus sehat, tapi harus juga dapat memenuhi syarat lainnya. Calon penghuni harus mampu menaggalkan segala atribut dan perhiasan adat dan wajib menggunakan/menerima pakaian biasa selama menjadi penghuni.

Baca Juga: Pararenting! cara Benar mengungkapkan kasih sayang dengan ciuman Menurut Agama

Syarat lainnya lagi adalah calon penghuni yang telah berstatus keluarga (suami, istri, anak) wajib menempati satu rumah tersendiri di dalam Kampung Teladan dan suami tidak diperkenankan untuk “keluyuran” keluar rumah tanpa sepengetahuan istri. Oleh Pater, para istri-istri diberi tugas khusus, tugas menjaga suami masing-masing untuk tidak berkeliaran di sekitar kampung, apalagi untuk keluar ke kampung asal.

Baca Juga: Dinyatakan Meninggal Dunia, Mayat Wanita Muda Hidup Lagi

Konsep Kampung Teladan yang mulai dirintis sekitar tahun 1915 dan berjalan bertahap sampai dengan tahun 1917 ini dinilai sangat berhasil karena mampu menekan laju penyebaran penyakit ini. Pada tahun tersebut jumlah penghuni kampung teladan sebanyak 20 keluarga dan pada tahun berikutnya telah mencapai sekitar 100 keluarga .Sumber info Kejadian Merauke***

Editor: Ahmad R


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x