Tuai Polemik Sejak Awal, Kartu Prakerja disebut Anggota DPR Berpotensi Timbulkan Moral Hazard

30 Maret 2021, 12:04 WIB
Kartu Prakerja /Prakerja.go.id

MEDIA PAKUAN -  Komisi IX DPR RI melakukan pengumpulan data realisasi program Kartu Prakerja dan Bantuan Subsidi Usaha (BSU).

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetyani menyebut hasilnya menunjukkan kecenderungan program Kartu Prakerja berpotensi munculkan moral hazard.

Hal itu diungkapkan Netty Prasetyani dalam rapat Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI dengan Wakil Bupati Badung di Kantor Bupati Badung, Bali, beberapa hari lalu.

Baca Juga: Sidang Kerumunan HRS Digelar Hari Ini, 1.934 Personel Gabungan Diterjunkan

Menurutnya program Kartu Prakerja memang sudah menuai polemik dari awal, karena judulnya Kartu Prakerja, tapi pelaksananya bukan Kementerian Ketenagakerjaan.

"Anggaran Rp20 triliun okelah kalau yang kemudian disampaikan kepada peserta 2,4 juta. Rp600 ribu kali 4 bulan kita masih bisa menerima," ujarnya seperti dikutip dari rilis DPR pada Selasa, 30 Maret 2021.

Tapi, sambung Netty, jika kemudian pelatihannya dari biaya Rp5-100 ribu dikalikan dari berapa peserta yang akan menerima pelatihan itu.

Baca Juga: Canggih Hindari Bahaya! KKP Pasang Alat Digital Wakatobi AIS Pada Kapal Nelayan, Begini Cara Kerjanya

"Tentu ini menjadi satu potensi moral hazard," tandasnya smabil merinci angka keluar dan yang diterima penerima manfaat Kartu Prakerja.

Ia berpendapat pada awalnya Kartu Prakerja merupakan salah satu program yang akan memberikan sinyal pengikatan kapasitas kompetensi para pencari kerja.

"Jadi entah itu rescuing atau obscuring. Tapi kan ternyata kalau kita perhatikan bahwa tidak ada kejelasan, dari posko pendampingan itu hanya bisa mengklaim data peserta," tuturnya.

Baca Juga: 30 Pesawat Jet Tempur China Berani Masuk Wilayah, Taiwan Siapkan Pertahanan Rudal

Netty menegaskan output yang didapat penerima manfaat belum jelas tingkat efektivitasnya. Ia meminta seluruh pemangku kepentingan agar melakukan evaluasi terhadap program Kartu Prakerja.

"Seperti apa outputnya, efektivitasnya, apakah betul setelah mendapatkan pelatihan mereka bisa bangkit dari keterpurukan dampak pandemi itu juga tidak bisa diukur," timpalnya.***

Editor: Siti Andini

Sumber: dpr.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler