Malaysia Menentang Permintaan China dengan Menolak Deportasi Pengungsi Uighur

- 15 November 2020, 15:25 WIB
Ilustrasi masyarakat muslim di Malaysia
Ilustrasi masyarakat muslim di Malaysia /CikguWan / Pixabay

MEDIA PAKUAN - China mencela Amerika Serikat, lantaran menghapus Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) dari daftar kelompok teroris.
 
Gerakan tersebut dituding Beijing sebagai penyebab serangan teror di provinsi Xinjiang.
 
Baru-baru ini, sebuah langkah telah ditempuh oleh Malaysia dalam menanggapi situasi tersebut.
 
 
Dilansir dari laman SCMP, pemerintah di negara mayoritas Muslim tersebut pada bulan September silam telah membuat pernyataan dalam menjawab kalangan parlemen.
 
Mereka mengaku tidak akan pernah mengekstradisi Uighur yang telah melarikan diri dari China, meskipun permintaan itu datang langsung dari Beijing.
 
Ini merupakan kali pertama Malaysia menyatakan posisinya pada Uighur, yang sangat kontras dengan negara tetangganya Indonesia.
 
 
Diketahui, beberapa waktu lalu, Indonesia mendeportasi tiga warga Uighur untuk kembali ke China, dalam sebuah langkah yang tidak pernah dikonfirmasi oleh kedua belah pihak.
 
Seorang profesor studi pembangunan internasional di Universitas George Washington, Sean R. Roberts mengatakan Malaysia telah menempuh langkah berbeda dibandingkan dengan negara terdekatnya.
 
 
“Dengan tindakan ini, Malaysia mengambil sikap penting tidak seperti banyak negara lain di kawasan tersebut, termasuk Indonesia dan Thailand yang enggan untuk menampungnya (Pengungsi Uighur)," katanya.
 
"Ini kemungkinan akan membuat marah Beijing, tetapi itu adalah posisi yang bertanggung jawab," tambah penulis buku, The War on the Uygurs, yang diterbitkan pada bulan September tersebut.
 
Seorang Kolomnis Turki sekaligus rekan senior di Cato Institute yang berfokus pada Islam dan modernitas, Mustafa Akyol mengatakan posisi Malaysia mengisyaratkan sebagai langkah awal negara-negara mayoritas Muslim untuk melindungi Uygur dari amukan China.
 
 
Seperti diketahui penganiayaan terhadap Uygur di China telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
 
"Banyak pemimpin Muslim berpaling ke arah lain, karena persahabatan dengan China terbayar," kata Akyol.
 
"Pesan Beijing bahwa negara-negara tidak boleh ikut campur dalam urusan dalam negeri satu sama lain, bahkan jika itu termasuk pelanggaran hak asasi manusia, kemungkinan beresonansi dengan para pemimpin," tambahnya.
 
 
Ribuan orang Uygur melarikan diri dari Tiongkok melalui Asia Tenggara dari 2010 hingga 2016 sebagai akibat dari peningkatan represi di wilayah Uygur di Tiongkok.
 
Sebagian dari mereka melarikan diri dari China melalui Asia Tengah, sehingga apa yang telah dilakukan Uighur sebelumnya tidak lagi aman, mengingat kerja sama keamanan negara-negara Asia Tengah dengan Beijing," kata Roberts.
 
Human Rights Watch (HRW) telah mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap orang Uighur, termasuk penahanan sewenang-wenang massal minimal 1 juta orang, penghilangan paksa, pengadilan yang sangat politis yang berakhir dengan hukuman mati dan penyiksaan dalam tahanan.***

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: SCMP


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x