MEDIA PAKUAN - Ribuan massa pendukung mantan presiden sayap kanan Brazil, Jair Bolsonaro menyerbu dan menduduki istana kepresidenan, Mahkamah Agung, dan gedung parlemen pada hari Minggu 8 Januari 2023,
Lautan pengunjuk rasa yang mengenakan bendera hijau dan kuning itu, memprotes hasil Pemilihan Presiden yang di menangkan Luiz Inacio Lula da Silva minggu lalu.
Lula menang tipis dengan raihan suara 50,9 persen berbanding 49,1 persen, yang memicu ketidakpuasan pendukung Bolsonaro dan menuntut untuk peninjauan kembali hasil pemilihan putaran kedua 30 Oktober 2022.
Massa berhasil mendobrak barikade pengamanan polisi di lapangan Three Powers Square yang merupakan rumah bagi gedung-gedung modernis klasik Kongres Nasional, Istana Planalto dan Mahkamah Agung.
Brasilia ???????? January 8th 2023 pic.twitter.com/A7Uw4HDmjZ— Brazil Update (@BrNewsUpdate) January 9, 2023
Mereka memanjat atap gedung dan membentangkan spanduk berisi seruan kepada militer Brazil.
Dalam sebuah video salah satu pengunjuk rasa juga dikabarkan mengambil salinan asli Konstitusi Federal 1988, yang ditulis untuk menggantikan konstitusi otokratis 1967, yang berakhir dengan 21 tahun kediktatoran militer di Brazil.
pic.twitter.com/X6Qr2AcnFr— Brazil Update (@BrNewsUpdate) January 9, 2023
Peristiwa itu mengingatkan penyerbuan yang sama di gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021 oleh para pendukung presiden Donald Trump, yang merupakan sekutu Bolsonaro.
Bolsonaro yang telah berada di Florida AS, menuduh bahwa ia telah menjadi korban konspirasi otoritas pemilu Brasil.
Kerusuhan itu terjadi saat Lula, sedang mengunjungi wilayah yang dilanda banjir akhir tahun lalu di kota Araraquara.
Polícia Militar do DF prende criminosos que invadiram o Palácio do Planalto. pic.twitter.com/xZGWh4LhVD— Metrópoles (@Metropoles) January 8, 2023
Polisi militer Brazil telah melakukan penangkapan kepada para perusuh yang merusak istana kepresidenan Planalto.
Pendukung garis keras Bolsonaro telah melakukan protes di luar pangkalan militer di Brasil sejak kekalahannya dalam pemilu, menyerukan intervensi militer untuk mencegah Lula, yang sebelumnya memimpin Brazil dari 2003 hingga 2010, agar tidak kembali berkuasa.***