MEDIA PAKUAN - Konflik antara Rusia dan Ukraina, tidak terlapas dari peran Barat dan sekutunya.
Tak hanya NATO dan Eropa, Singapura juga secara terang-terangan memihak Amerika Serikat.
Singapura menjadi satu-satunya negara di Asia yang mengecam Rusia di SU-PBB, dan memberikan sanksi ke Rusia.
Hal ini tak lepas dari perhatian China. Bahkan Menlu Singapura Vivian Balakrishnan sampai menyerukan pada China agar menggunakan pengaruhnya yang besar pada Rusia untuk menghentikan perang.
Ini pada dasarnya copy paste dari tekanan Amerika ke China, yang sudah ditolak China.
Amerika selalu meminta China untuk menyelesaikan masalah yang dibuat Amerika sendiri.
Misalnya Amerika mendesak China menggunakan pengaruhnya pada Korut.
China sudah bilang berkali-kali, dia tidak banyak pengaruh pada Korut. Amerika harus menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Korut.
Amerika juga sengaja mempropagandakan gambaran seakan-akan kebijakan Rusia ditentukan oleh Beijing.
Padahal Rusia itu negara besar yang mempunyai martabat, perspektif, dan pilihan sendiri.
China bersahabat dengan Rusia, tak berarti bisa mengendalikan Moscow.
China menilai bahwa Singapura sudah keterlaluan dengan meng-copy-paste tekanan Amerika. Seakan-akan Rusia bisa tunduk pada China.
Baca Juga: Usut Mafia Minyak Goreng, KPPU Berkoordinasi dengan Kemendag
Menurut China Menlu Singapura merasa tertekan dan terlalu khawatir dikarenakan posisinya diapit negara-negara lebih besar seperti Malaysia dan Indonesia. Singapura menginginkan garansi keamanan dari Amerika.
China merasa ia adalah negara besar, tidak seperti Singapura, makanya China merasa seharusnya bersikap bebas, tidak mengikuti ancaman Amerika.
Memang untuk itu pasti ada risiko jangka pendek, tetapi untuk geopolitik jangka panjang, sikap mandiri China akan dihormati dunia.
Singapura tidak bisa melihat China seperti dirinya, yaitu negara kecil yang ketakutan.***
Sumber: Rueter, Antara,Pikiran-rakyat.com