Mengenang 'Si Binatang Jalang' Khairil Anwar Sang Legendaris Puisi

- 5 September 2020, 20:48 WIB
Khairil Anwar
Khairil Anwar /

MEDIA PAKUAN-Setiap tanggal 28 April, Indonesia memperingati Hari Puisi Nasional.

Salah satu legenda puisi di Indonesia adalah seorang pemuda bernama Chairil Anwar.

Ia lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922, sejak remaja menjadi penyair terkemuka Indonesia.

Ia sering dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” karena judul puisinya yang seperti ini.

Baca Juga: Cegah Penularan Covid-19, Tiga Hotel Dicipanas Garut Ditutup Sementara

Chairil, salah satu penyair tersohor milik Indonesia. Bahkan, hingga saat ini karya-karyanya masih tetap eksis di dunia syair.

Banyak puisi lelaki yang meninggak di Jakarta pada tanggal 28 April 1949 tersebut yang menggunakan metafora alam atau lingkungan.

Ternyata Chairil Anwar adalah seorang anak tunggal, tetapi ia jauh dari kata manja. Ia dibesarkan dalam keluarga yang terbilang tidak baik.

Baca Juga: Waspadai Tanda-Tanda Kemurungan, Malaysia Menjadi Prioritas Utama Tahun 2019

Kedua orang tuanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Chairil lahir dan dibesarkan di Medan. Ia sangat dekat dengan neneknya.

Namun, ia juga menunjukkan rasa sayang kepada kedua orang tuanya melalui beberapa puisi yang ditulisanya.

Baca Juga: Menteri Pertanian Keluarkan Surat Edaran, Upaya Stabilkan Ayam Potong

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh Terasa hari akan jadi malam Ada beberapa dahan ditingkap merapuh

Dipukul angin yang terpendam Aku sekarang orangnya bisa tahan Sudah berapa waktu bukan kanak lagi

Tapi dulu memang ada suatu bahan Yang bukan dasar perhitungan kini.Hidup hanya menunda kekalahan.

Tambah terasing dari cinta sekolah rendah Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan Sebelum pada akhirnya kita menyerah.Ditulis 1949

Baca Juga: Menteri Pertanian Keluarkan Surat Edaran, Upaya Stabilkan Ayam Potong

Salah satu puisi Chairil Anwar yang terkenal dan sering dideklamasikan berjudul Aku ("Aku mau hidup Seribu Tahun lagi!").

Kumpulan puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949); Deru Campur Debu (1949),

Baca Juga: Pasukan India Lancarkan Serang ke Tiongkok di Pos Himalaya

Tiga Menguak Takdir (1950 bersama Seniman Pelopor Angkatan 45 Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang (1986),

Koleksi sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara (1998).

Buku kumpulan puisinya diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986).***

 

 

Editor: Ahmad R

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x