Keuntungan Mantan Bupati Langkat Mencapai Rp 177,5 M dari Praktik Perbudakan Modern

- 10 Maret 2022, 19:56 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /Craig Clark /pixabay.com/Craig Clark

MEDIA PAKUAN-Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu memperkirakan, penghasilan yang diperoleh Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) dari dugaan praktik perbudakan modern mencapai Rp177,5 miliar.

Perkiraan itu mengacu pernyataan dari Kapolda Sumut. 
 
"Bila setidaknya ada 600 korban dalam 10 tahun terakhir yang dipekerjakan oleh TRP di bisnisnya tanpa digaji, maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp177.552.000.000," kata Edwin di Jakarta, Kamis 10 Maret 2022.
Baca Juga: Hasil Kerjasama PPATK, Kabareskrim Sita Rp1,5 Trilium: Didominasi Kasus Investasi Ilegal
Terbit sepenuhnya memanfaatkan situasi akut para pecandu narkotika agar memperoleh keuntungan dengan tidak membayar upah mereka sebagai tenaga kerja demi kepentingan bisnis pribadi miliknya.

Edwin juga menyebutkan, terdapat banyak cerita kelam yang diperoleh tim LPSK saat melakukan kegiatan koordinasi, investigasi, dan penelaahan sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022.

Tim LPSK menemukan benang merah bahwa tidak ada jalan pulang bagi mereka yang menjadi penghuni kerangkeng di rumah Terbit. 
 
Hal itu diperburuk dengan ketakutan para korban terhadap Terbit yang merupakan seorang kepala daerah.

"Kalau ada TRP, jangankan makan dan minum, buang air pun para korban tidak berani," katanya.
 
Dari berbagai temuan tersebut, tim LPSK menduga keras telah terjadi praktik perbudakan di kasus kerangkeng milik Terbit dengan iming-iming rehabilitasi bagi para pecandu narkotika.

"Pola penguasaan total benar-benar memutus penghuni kerangkeng dari keluarganya. Bahkan ada dua orang tua dari korban yang meninggal dunia dan mereka tidak diperkenankan untuk melayat," ungkapnya.

Konsekuensi lain bagi para korban setelah masuk ke kerangkeng tersebut adalah nyaris tidak ada jalan untuk pulang, tambahnya.
Baca Juga: Terduga Teroris di Jawa Tengah Ditembak Mati Densus 88
Meskipun saat masuk terdapat surat pernyataan yang ditandatangani pihak keluarga dan pihak penanggung jawab kerangkeng.
 
Dalam praktiknya, untuk keluar kerangkeng hanya dimungkinkan jika menyuap kepala lapas (kalapas), melarikan diri, atau mati, jelasnya.

Mereka yang kabur juga memiliki konsekuensi untuk dicari dan dijemput paksa oleh tim pemburu. 
 
Tim pemburu tersebut merupakan anak buah dari Terbit, orang suruhan Dewa, yang merupakan anak Terbit, serta oknum aparat setempat.

Tim itu juga mengancam keluarga korban yang kabur untuk menggantikan posisi korban dalam kerangkeng.***
 
 

Editor: Hanif Nasution

Sumber: Antaranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah