"Berdasarkan perpres tersebut, industri minuman keras dapat memperoleh investasi dari berbagai sumber, baik investor asing maupun investor domestik. Selain itu, dengan izin tersebut, koperasi hingga UMKM juga dapat menyuntikkan investasi kepada industri minuman keras," tandasnya.
Tentu ini tidak sejalan dengan pemerintah daerah dan para toko agama yang ingin membangun Papua yang kondusif.
Baca Juga: Pendaftaran CPNS 2021 Segera Dibuka, Cek Cara Membuat Akun SSCN dan Dokumen yang Harus Dipenuhi
Ia pun mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat yang ingin serius mendorong Papua ke arah lebih baik jika kebijakan ini ditetapkan.
"Apa artinya pemerintah daerah, tokoh agama, dan tokoh gereja selalu menginginkan bahwa minuman keras itu menjadi haram di Papua, atau setidaknya tidak diizinkan di Papua" lanjutnya.
Ia juga mempertanyakan komitmen Jokowi terhadap publik Papua yang pada Pemilu Presiden lalu 95 persen menyumbangkan hak suaranya.
"Presiden Jokowi setidaknya memiliki tanggung jawab politik kepada rakyat Papua dengan pemilihan presiden lalu bahwa hampir 95 persen rakyat Papua memberikan hak suaranya kepada beliau. Oleh karena itu, beliau harusnya berpikir tidak hanya sesaat, tetapi terhadap hal-hal yang akan datang. Sekali lagi saya meminta Presiden Jokowi untuk mencabut izin investasi minuman beralkohol di Tanah Papua," ujar Filep dengan jelas.
Di kesempatan lain ketum MUI Anwar Abbas menyebut bangsa Indonesia seperti sedang kehilangan arah karena dieksploitasi demi keuntungan sebesar besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha tanpa memerhatikan dampak bagi kemaslahatan masyarakat luas.
"Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah karena tidak lagi jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini," keluh Anwar Abbas.