Pengadaan Tanah Bermasalah, UU Cipta Kerja Diklaim Jadi Terobosan Penyelesaian Konflik Agraria

- 19 Februari 2021, 16:13 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /

MEDIA PAKUAN-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja diklaim telah memberikan terobosan dalam pelaksanaan pengadaan tanah.

Hal itu diungkapkan Plt Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Himawan Arief Sugoto.

"Sehingga apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan UU Nomor 2 Tahun 2012 dapat diatasi," ujarnya dalam press release Kementerian ATR/BPN yang diterima Media Pakuan Jum'at, 19 Februari 2021.

Baca Juga: Sadis! Gara-gara Habis Bensin, Tukang Ojek di NTB Dibunuh Penumpang, Begini Kronologisnya

Sebelumnya, pada tahun 2012 Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Undang-undang tersebut dianggap telah memperbaiki pelaksanaan pengadaan tanah. Namun pada kenyataannya permasalahan dan konflik agraria masih terus terjadi, bahkan cenderung meningkat.

Selain itu, juga timbulnya masalah administrasi, seperti terjadinya revisi karena tidak sesuai kondisi fisik dan akibatnya adalah penambahan anggaran.

Kemudian penetapan lokasi atau penlok yang diterbitkan oleh Gubernur belum sesuai dengan tata ruang, akibatnya menimbulkan penolakan dalam pelaksanaan.

Dalam pelaksanaannya, pengadaan tanah masih banyak yang tidak tuntas. Ada jalan tol yang belum tersambung di satu lokasi, serta konflik agraria yang terus terjadi.

Baca Juga: Mutasi Petinggi Polri! Kapolda Papua Dipindah, Ini Pengganti Listyo Sigit Prabowo Sebagai Kabareskrim

Penilaian ganti kerugian tanah milik masyarakat juga masih berbasis Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang nilainya jauh dari harga pasaran, sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat.

Himawan Arief Sugoto mengatakan, Kementerian ATR/BPN telah menyelesaikan empat Peraturan Pemerintah pelaksana UU Cipta Kerja, salah satunya PP tentang pengadaan tanah.

"Dalam UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya tentunya Kementerian ATR/BPN akan banyak memberikan masukan dari aspek perencanaan," ucapnya.

Himawan menjelaskan, apabila lokasi pengadaan tanah masuk dalam kawasan hutan, akan dilakukan pelepasan kawasan hutan, yang ketentuannya akan diatur dalam peraturan turunannya.

Dalam undangan Cipta Kerja diamanatkan, sambungnya, untuk konsinyasi dalam penyelesaian ganti rugi di Pengadilan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 14 hari.

Baca Juga: Utang Negara Mencapai Rp6.074 Triliun, Segini Target di Tahun 2021

"Untuk penlok dalam skala kecil dapat ditetapkan oleh Bupati dan Wali Kota dan untuk ganti rugi tanah kas desa serta tanah wakaf, nilai ganti kerugian bersifat final dan mengikat," jelasnya.(Samsun Ramlie)

Editor: Hanif Nasution

Sumber: ATRBPN


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x