Bea Cukai Rokok Naik 12.5 Persen, Ketua TCSC-IAKMI Bilang Masih Kurang Tinggi?

25 Februari 2021, 09:28 WIB
Pita cukai rokok: Tarif cukai rokok naik pada Februari 2021. /ANTARA / Akhmad Nazaruddin Lathif/

MEDIA PAKUAN-Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menaikkan bea cukai rokok hingga 12,5 persen mulai Februari 2021 ini.

Meski bea cukai rokok naik, Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Sumarjati Arjoso mengatakan, harga rokok dipasaran saat ini masih terjangkau.

Kenaikan cukai rokok ini harga dipasaranpun sedikit naik, sehingga APBN juga naik. Tetapi menurut Ketua TCSC-IAKMI, kenaikan itu kurang tinggi mengingat rokok masih terjangkau.

Baca Juga: Tidak Pernah Dapat BST Bansos Kemensos Rp300 Ribu? Simak Cara Ampuhnya agar Dapat di Awal Maret 2021

"Menteri keuangan menaikkan cukai rokok 12,5 persen sehingga harga rokok sedikit naik. Penerimaan APBN juga naik. Tetapi itu dari kami, rasanya kurang tinggi karena rokok masih terjangkau," kata Sumarjati di Jakarta sebagaimana disadur dari laman Antaranews Kamis, 25 Februari 2021.

Rokok murah menurutnya, merupakan hambatan untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia, khususnya perokok anak-anak.

Sebab, dikhawatirkan upaya pengendalian tembakau di Tanah Air pun menjadi tidak optimal.

Apalagi ketika praktiknya dilapangan, batasan harga rokok yang telah ditetapkan pemerintah banyak dilanggar oleh perusahaan, sehingga mereka menjual rokok dibawah harga yang telah ditetapkan.

Hal itu menurut Sumarjati akan menyebabkan harga rokok tidak naik secara signifikan sekalipun cukai rokok telah dinaikkan.

Sedangkan pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi perokok anak sesuai dengan RPJMN 2020-2024 dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen.

Baca Juga: Sinopsis, Film Ghost in The Shell (2017) Bikin Penasaran Hadir di Bioskop TRANS TV Malam Ini

Namun dengan kondisi seperti ini diprediksi target penurunan prevalensi perokok bagi anak akan semakin sulit dicapai ketika di lapangan harga rokok masih terjangkau.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198 Tahun 2020 disebutkan bahwa harga transaksi pasar (HTP) atau harga di pasaran diatur dengan batas 85 persen dari harga jual eceran (HJE) yang tercantum pada pita cukai.

"Kenaikan cukai mungkin menurunkan jumlah rokoknya, tetapi yang merokok tetap banyak," ujar Sumarjati.

"Sebetulnya bonus demografi itu kan sudah ada. Tetapi yang kita harapkan kan sebetulnya "window opportunity", ada peluang keberuntungan dari bonus demografi itu. Itu ada syaratnya yaitu penduduk usia produktif itu berkualitas," tuturnya.

Adapun rincian kenaikkan cukai tersebut yakni, industri yang memproduksi sigaret putih mesin (SPM) golongan I 18,4 persen, sigaret putih mesin golongan II A 16,5 persen, sigaret putih mesin IIB 18,1 persen, sigaret kretek mesin (SKM) golongan I 16,9 persen, sigaret kretek mesin II A 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin II B 15,4 persen.

Pengawasan rokok di pasaran harus terus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai, baik pusat maupun daerah.

Baca Juga: Cek www.prakerja.go.id Ketahui Syarat dan Cara Mengikuti Pendaftaran Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 12

"Sebetulnya untuk pengawasan itu Bea Cukai di pusat, dan tentunya di daerah-daerah juga. Jadi termasuk misalnya dari dinas perdagangan di daerah dan dari pemerintah daerah ikut mengawasi mestinya," kata Sumarjati.***

Editor: Hanif Nasution

Sumber: antaranews

Tags

Terkini

Terpopuler