MAKIN KEJAM! Dua Karyawan Penolak Kudeta Myanmar Ditembak, Kyaw: Militer Tembak Membabi Buta

- 20 Maret 2021, 19:04 WIB
Seorang Pengunjuk Rasa Diamankan oleh Polisi Myanmar.
Seorang Pengunjuk Rasa Diamankan oleh Polisi Myanmar. /Reuters/Stringer


MEDIA PAKUAN - Warga sipil di Myanmar penentang kudeta yang dilakukan rezim militer akan menggelar aksi lebih besar Sabtu, 20 Maret 2021.

Protes mereka semakin besar agar junta militer menghentikan penindasannya terhadap warga sipil yang pro demokrasi, serta menghentikan kudeta di Myanmar yang dilakukan militer.

Dilansir dari Reuters, dua orang kembali tewas tertembak tentara saat bersi tegang dengan karyawan yang mogok kerja di pertambangan ruby ​​utara pada Jum'at malam, 19 Maret 2021.

Sehingga berdasarkan data dari kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik jumlah korban tewas sejak kudeta 1 Februari menjadi 237 orang.
 
 
Baca Juga: Kasus Corona di Kota Sukabumi Bertambah 10 Orang, Angka Kesembuhan Mencapai 91 Persen

Pertumpahan darah di Myanmar terus berlanjut pasca rezim militer menggulingkan dan menahan presiden terpilih Aung San Suu Kyi, yang dianggap curang oleh militer.

Salah satu juri bicara ujuk rasa Kyaw Min Htike mengatakan, sikap militer terhadap pengunjuk rasa semakin hari semakin kejam.

"Kami memprotes saat tidak ada polisi atau militer, kemudian ketika kami mendengar mereka datang, kami segera bubar," katanya.
 
 
Baca Juga: Diserang Netizen Indonesia, Instagram resmi All England Mendadak Hilang

Di kota-kota lain, orang-orang berkumpul di malam hari untuk mengangkat lilin dan spanduk protes dan berpose untuk foto sebelum menghilang.

"Saya tidak ingin kehilangan satu pun dari rekan saya, tetapi kami akan memprotes sebisa kami sampai revolusi kami menang."

Menanggapi hal ini, Sekjen PBB Antonio Guterres menyatakan mengutuk kekerasan yabg dilakukan rezim militer Myanmar, ia menyebutnya sebagai kekerasan brutal militer.

"Seluruh pemimpin dunia harus merespon masalah ini dengan memotong akses keuangan dan senjata mereka (rezim militer Myanmar). Sekarang," ujarnya.

Rezim militer Myanmar telah memperketat pembatasan pada layanan internet, membuat informasi semakin sulit untuk diverifikasi. Selain itu, juga menekan media lokal.

"Pemadaman internet dan penindasan media tidak akan menyembunyikan tindakan menjijikkan militer," kata salah satu pengunjuk rasa di Myanmar.***







 

Editor: Ahmad R

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x