American Thinker : Salah Perhitungan Terbesar Dalam Sejarah, Barat Bangunkan Raksasa Tidur Rusia

17 April 2023, 23:01 WIB
Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri presentasi SUV Haval F7 yang diproduksi di pabrik mobil Haval yang terletak di wilayah Tula, Rusia, di Kremlin, Moskow, Rusia, 5 Juni 2019. /Maxim Shipenkov/Pool via Reuters/File Photo


MEDIA PAKUAN - Sebuah artikel di American Thinker mengulas kebangkitan Rusia setelah sanksi besar-besaran Barat menjadi kesalahan perhitungan Barat yang paling fatal dalam sejarah modern dunia.


Bukannya membuat ekonomi Rusia bertekuk lutut, sebaliknya pertumbuhan ekonomi Barat terhenti secara bersamaan dengan inflasi tinggi dan kekurangan energi.


Rusia yang bertahan malah semakin kokoh dan mendapatkan kepercayaan lebih di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.


IMF mencatat bahwa tahun ini ekonomi Rusia akan tumbuh lebih cepat dari Jerman atau Inggris. IMF juga memperkirakan perekonomian Rusia tahun depan akan tumbuh lebih cepat daripada AS, Jepang, Italia, dan sebagian besar negara Barat lainnya.


Pertumbuhan PDB per kapita Rusia tumbuh dengan rasio utang terendah dibanding negara-negara G20 dengan tingkat pengangguran sebesar 3,5 persen, terendah sejak runtuhnya Uni Soviet.

Baca Juga: Di Perang Masa Depan, Kemampuan Tank China Dinilai Lebih Berbahaya Daripada Tank Amerika


Ekonomi Rusia meraih kepercayaan bisnis di sektor swasta, sekaligus berperang dengan kekuatan gabungan Barat.


Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg kepada wartawan di Departemen Luar Negeri AS pada Februari, mengatakan Barat hingga saat ini telah memberikan dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Ukraina.

Turki Akan Menjadi Tuan Rumah Perundingan Rusia-Ukraina Selanjutnya


“Tingkat pengeluaran amunisi Ukraina saat ini jauh lebih tinggi daripada tingkat produksi kami saat ini,” kata Stoltenberg.


Barat telah menyalurkan bantuan militer, kemanusiaan, dan keuangan yang mencapai sekitar 120 miliar dolar, yang menyebabkan terkurasnya persenjataan negara-negara NATO.


Jerman mengkonfirmasi bahwa amunisinya hanya akan bertahan dua hari jika berperang langsung, Inggris juga hanya akan bertahan beberapa hari dalam pertempuran, dan Perancis menghadapi kekurangan persenjataan yang besar.


AS yang saat ini juga mulai ragu untuk terus memasok Ukraina, harus mempertahankan dan mempersiapkan dirinya sendiri.


Disisi lain Rusia mampu meningkatkan produksi senjata dengan output tinggi, yang tidak akan bisa diimbangi oleh Barat.


Rusia menembakkan antara 40.000 hingga 50.000 peluru per hari, dibandingkan Ukraina yang dipasok Barat,, yang hanya mampu menembakan 5.000 sampai 6.000 peluru per harinya.


Selain itu Amerika tengah kerepotan mempersiapkan diri di Taiwan untuk mencegah ekspansi China, yang saat ini juga sangat dekat dengan Rusia, yang memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia.


Dengan pendekatan militer, poros Rusia-Cina diyakini memunculkan persepsi luas sebagai pemenang konflik dibandingkan Barat.


Latihan militer gabungan multinasional telah digelar diantaranya pada bulan September, antara negara-negara bekas Uni Soviet, Rusia, China India, Laos, Mongolia, Nikaragua dalam latihan perang di Laut Jepang dan Timur Jauh Rusia.


Di Afrika pada bulan Februari lalu, Afrika Selatan menjadi tuan rumah latihan angkatan laut Rusia dan China selama 10 hari.


Kedudukan diplomatik Rusia juga sangat mempengaruhi Asia, dimana China maupun India telah memperdalam hubungannya dengan Rusia.


Di Amerika Selatan, Brasil yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar dikawasan itu juga mendukung Rusia.


Sementara di Timur Tengah, Rusia memiliki hubungan baik dengan semua negara Muslim besar, sedangkan AS sangat tidak dipercaya.


Di Afrika, Rusia dipandang sebagai satu-satunya negara besar Eropa yang menghindari kolonialisme, tidak seperti Perancis dimana pasukannya baru-baru ini diusir dari Mali dan Burkina Faso, Francafrique.


Sementara itu keberhasilan AS hanya dengan melobi negara-negara Barat untuk memberikan sanksi kepada Rusia, yang terkadang melalui paksaan dan kekerasan yang berdampak sebaliknya di tempat lain.


Rusia memainkan peran utama di Dewan Kerjasama Shanghai yang dipimpin Rusia-Tiongkok, yang mencakup negara-negara bekas Soviet serta India dan Pakistan, dan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan), yang pertumbuhan PDB- nya kini melebihi G7.


Sekitar 24 negara telah menyatakan minat untuk bergabung dengan Rusia dalam aliansi ekonomi dan keamanan ini, termasuk kekuatan regional utama seperti Arab Saudi, Turki, Iran, Mesir, Indonesia, dan Meksiko.


Kebangkitan Rusia dalam sebuah studi Yale School of Management yang diterbitkan musim panas lalu menyatakan mungkin benar Rusia telah kehilangan perusahaan yang mewakili 40 persen dari PDB-nya, tetapi Rusia pulih dengan cepat dalam bentuk yang lebih mandiri.


Sanksi Barat telah membangunkan raksasa tidur Rusia, dengan berbagai macam konsekuensi yang harus dihadapi Barat.

Editor: M Hilman Hudori

Sumber: American Thinker

Tags

Terkini

Terpopuler