Muslim Prancis Cemas Islamofobia Meningkat, 36 LSM Muslim dari 13 Negara Ajukan Petisi ke PBB

19 Januari 2021, 14:49 WIB
Ilustrasi peta Prancis /

MEDIA PAKUAN- Pada tahun 2020 di Prancis telah terjadi pembunuhan trhadap seorang guru oleh seorang remaja.

Di Prancis telah menimbulkan kekhawatiran yang meningkat terkait Inseden itu yang menjadikan Islamofobia.

Ketegangan antara negara dan Muslim Prancis, minoritas Muslim terbesar di Eropa, kian dalam.

Baca Juga: Kristen Gray WNA AS, Ajak Bule untuk Pindah ke Bali Saat Pandemi, Inilah Komentar Netizen Indonesia

Saat ini Islamofibia telah menjadi sorotan dunia. Aksi kekerasan tersebut menimbulkan reaksi dari Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menghina umat muslim.

Seperti yang diwartakan Pikiran-rakyat.com Hal tersebut menuai kecaman dari umat musim seluruh dunia.

Sejumlah pihak menganggap saat ini Prancis mengalami Islamofobia.

Aliansi internasional terdiri dari 36 LSM yang mewakili 13 negara mengajukan petisi kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal kebijakan Islamofobia secara sistematis di Prancis.

Baca Juga: Bilang Dinas Malah Mesum di Hotel Kepergok Istri Sah, ASN Ini Malah Keluarkan Surat Nikah Palsu

Direktur Utama Kelompok Advokasi CAGE Muhammad Rabbani yang berbasis di Inggris yang menandatangani petisi tersebut, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah Prancis menyebabkan 'sekuritisasi' kehidupan Muslim dan penutupan tempat ibadah, badan amal, dan LSM mereka.

"Dalam beberapa hari terakhir, menteri dalam negeri Prancis menutup sembilan masjid lagi. Prancis sedang berusaha untuk mengekspor model Islamofobia ke seluruh UE," kata Rabbani seperti dikutip oleh Pikiran-Rakyat.com dari Anadolu Agency.

Tentang tanggapan komunitas Internasional, Rabbani mengatakan meski reaksi keras setelah karikatur penghinaan Nabi Muhammad oleh majalah Prancis Charlie Hebdo, diikuti dengan seruan memboikot produk Prancis memang mengejutkan pendirian di Paris, banyak hal tetap tidak berubah di tingkat kebijakan negara itu.

Baca Juga: Hari Ini KPK Periksa Seorang Pengacara, Diduga Masih Kerabat Eks Caleg PDIP yang Buron Harun Masiku

Dirinya mengatakan bahwa perlakuan Prancis terhadap Muslim telah mendorong peningkatan populis sayap kanan di Eropa.

"Prancis bisa dibilang laboratorium pengujian untuk Islamofobia Eropa. Oleh karena itu, sangat penting bahwa itu ditantang dengan kuat dan dalam gaya yang terorganisir sehingga tidak meluas melampaui perbatasan Prancis," ujar Rabbani.

Dirinya juga menginformasikan bahwa LSM Koalisi Internasional juga berencana mengambil tindakan hukum terhadap pemerintah Prancis untuk memastikan agar hak-hak umat Islam dilindungi.

Baca Juga: PT Antam Dihukum Pengadilan Membayar 1,1 Ton Emas, Begini Kronologinya!

Kelompok tersebut juga akan menyoroti pelanggaran hak internasional oleh Prancis.

Feroze Boda, juru bicara Asosiasi Profesional Muslim Afrika Selatan (AMPSA), juga mengatakan bahwa kebijakan permusuhan Presiden Prancis Emmanuel Macron lebih dari sekadar permusuhan.

AMPSA juga menandatangani petisi tersebut."Mereka bertujuan untuk memberantas Islam dengan kedok ideologi kebebasan dan egalitarianisme Prancis," ucap AMPSA.

Baca Juga: BLT Kemensos Disalurkan dengan Cara Empat Tahap

Menyerang Simbol Muslim

Menyoroti kesamaan antara kebijakan Macron dengan apartheid yang dialami di Afrika Selatan, juru bicara AMPSA mengatakan pengalaman selama rezim apartheid akan memungkinkan organisasinya untuk memberikan wawasan dan keahlian kepada pengadu internasional lainnya.

Menurut pernyataan pers, LSM itu mengidentifikasi dan mendokumentasikan bukti Islamofobia struktural dan diskriminasi terhadap Muslim di Prancis.

Pernyataan itu mengatakan bahwa dokumen tersebut memetakan sejarah diskriminasi terhadap Muslim sejak 1989 dan menemukan bahwa Prancis telah melanggar beberapa hak dasar yang dilindungi undang-undang yang diratifikasi oleh Paris.

Baca Juga: Jadwal Acara NET TV Hari Ini, Selasa 19 Januari 2021: Ada Drama Korea Terbaru The Gang Doctor Lho!

"Prancis mengeksploitasi tindakan kekerasan politik untuk menanamkan Islamofobia dalam kepolisian dan peradilan. Kebijakan negara menetapkan praktik keagamaan sebagai tanda risiko dan sangat mirip dengan model Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Ekstremisme (CVE) yang gagal," kata pernyataan itu.

Pernyataan itu juga menuduh bahwa pemerintah Prancis telah mempersenjatai Laicite (sekularisme versi Prancis) untuk membenarkan hambatan oleh negara terhadap praktik keagamaan dan politik umat Islam.

"Prancis melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Prancis melanggar kebebasan anak, khususnya menargetkan anak Muslim yang melanggar Konvensi PBB tentang Hak Anak," ujar pernyataan itu.***

Billy Mulya Putra/Pikiran-rakyat.com

Editor: Popi Siti Sopiah

Tags

Terkini

Terpopuler