Baca Juga: Misteri Identitas Kerangka Manusia di Baros Sukabumi, Polisi Temukan Sejumlah Surat di TKP
"Kemudian produk-produknya itu bisa menjadi nilai ekonomi kreatif, dijadikan itu kaos, dijadikan replika goloknya. Lalu nilai intangible (tak berwujud) nya berupa pertunjukan yang dipertontonkan dalam bentuk jurus-jurus baru yang memiliki potensi dasar dari jurus-jurus lama ditambah dengan adanya inovasi dan kreativitas," tambahnya.
Dengan demikian maka pendidikan seni budaya bukan hanya sekadar diambil nilai-nilai luhurnya, namun juga memiliki nilai pariwisata dan ekonomi kreatif sehingga berpotensi mensejahterakan masyarakat.
"Sehingga kemudian pengembangan dan pemeliharaan kebudayaan itu akan menyebabkan kesejahteraan. Bagaimana kemudian objek wisata ini bukan sekadar hanya ditonton saja, tetapi pelaku-pelaku seni budayanya bisa mendapatkan penghasilan," ucapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Jabar Dwi Ratna Nurhajarini mengatakan, pendidikan dan kebudayaan merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Seperti halnya di Ponpes Dzikir Al Fath yang terus mengembangkan seni budaya pencak silat, Ngagotong Lisung dan main Boles.
"Dari usia-usia awal yang harus mulai dikenalkan tentang kebudayaan, jadi tidak bisa dipisah-pisahkan pendidikan sendiri, kebudayaan sendiri. Jadi memang ini harus saling bergandengan tangan," ucapnya.
"Jadi perlindungannya, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaannya merupakan sebuah rangkaian dari pelestarian itu. Integritas mengenalkan kebudayaan lewat pendidikan," ujarnya.
Selain itu, seni budaya menurutnya harus ditambah dengan sentuhan kebaruan seperti kostumnya, tata panggung, lighting, gerak, tetapi tetap tidak meninggalkan rohnya.