Nasib Guru Honorer SDN Suradita Sukabumi: Rela Tembus Hutan demi Mendidik Siswa Penyintas Tanah Bergerak

- 16 Januari 2023, 15:08 WIB
Kondisi SDN Suradita kabupaten Sukabumi tempat Yayan Maryanah mengajar.
Kondisi SDN Suradita kabupaten Sukabumi tempat Yayan Maryanah mengajar. /Manaf Muhammad

MEDIA PAKUAN - SDN Suradita di Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat menyimpan beragam cerita pilu, salah satunya adalah seorang guru honorer yang rela mengajar di sekolah yang terbuat dari bilik bambu tersebut.

Yayan Maryanah (46) memiliki semangat tinggi dalam pengabdiannya di dunia pendidikan di lingkungannya. Hal itu terbukti tatkala dirinya rela menempuh jalan jauh hanya untuk bisa mencerdaskan anak bangsa.

Ibu rumah tangga tersebut telah menjadi guru honorer belasan tahun lamanya. Semangat pantang menyerah ditunjukkan olehnya hampir setiap hari ketika berangkat ke sekolah.

Yayan tinggal di Desa Gegerbitung kabupaten Sukabumi. Untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar, dia harus menempuh jalan berkilo-kilo meter yang kondisinya jauh dari kata mulus.

Baca Juga: Masih Nihil Tersangka dalam Korupsi SPK fiktif Dinkes Kabupaten Sukabumi, Kajari Beberkan Alasannya

Bebatuan, tanah licin, hutan, hingga lembah harus dilewati olehnya untuk sampai ke tujuan. Ongkos yang dikeluarkan untuk perjalanan ke tempatnya mengajar pun bisa mencapai Rp55.000.

"Ibu ke sini setiap hari naik ojek, sehari Rp 50 ribu," katanya ketika ditemui di SDN Suradita beberapa waktu lalu.

Ongkos yang dihabiskannya tidak sebanding dengan upah yang diperolehnya sebagai guru honorer. Untuk memangkas biaya ongkos sebenarnya bisa dilakukan dengan membawa sepeda motor sendiri, namun dia masih trauma karena pernah mengalami kecelakaan ketika melewati jalan menuju sekolah yang jauh dari kata layak.

"Ibu ngehonor udah 16 tahun dari 2008 awal. Dulu ibu suka bawa motor ditaruh di Ciengang, berhubung ada pohon tumbang jatuh setengah badan, 3 bulan ga bisa ngapa ngapain setelah sembuh, trauma jadi ga bawa motor motor lagi," ucapnya.

Baca Juga: Sudah 100 saksi Diperiksa, Kejari Belum Umumkan Tersangka Korupsi SPK Fiktif Dinkes Kabupaten Sukabumi

"Upah (guru honorer) 100 ribu, sekarang 600 ribu. Kalo dibilang cukup ya gitu apalagi saya punya anak masih kuliah semester 6, satu lagi laki laki baru 9 tahun," ujarnya.

Dia pun memutar otak untuk mendapat penghasilan tambahan. Alhasil dia berjuang dengan membawa dagangan cilok ke tempatnya mengajar dengan tujuan supaya dibeli oleh anak anak dan guru yang ada di sana.

"Selain bawa makanan ke sekolah untuk kebutuhan di rumah juga. Ibu bukan kerja di sini aja, bikin cilok dijualin lagi ke madrasah. Ngajar juga di madrasah," cetusnya.

Di sisi lain, Yayan merasa sedih terhadap tempatnya mengajar, SDN Suradita. Yaitu ketika melihat perjuangan siswa siswi harus jalan kaki menembus hutan setiap hari menuju ke sekolah.

Baca Juga: Buron Korupsi Penanganan Kawasan Kumuh di Sukabumi, Agung Sulaksana Dibekuk Tim Tabur Kejagung di Jaksel

Selain tempat tinggal para siswa banyak yang terdampak bencana pergerakan tanah, setibanya di sekolah, mereka harus menghadapi masalah yang sama yaitu belajar di tempat sementara.

Sesampainya di sekolah, bangunan tempat kegiatan belajar mengajar pun jauh dari kata layak. Lantai tanah, dinding bilik bambu, dan penerangan yang minim menjadi fasilitas yang harus diterima murid SDN Suradita sehari-harinya.

Mulai awal tahun 2023, aktivitas KBM harus dilakukan di dalam gubuk bambu dikarenakan bangunan sekolah yang lama rusak berat akibat terdampak bencana pergerakan tanah.

Para siswa dan pihak sekolah pun saat ini memiliki harapan yang sama yakni menunggu bangunan tetap yang layak untuk SDN Suradita.***

Editor: Manaf Muhammad

Sumber: Media Pakuan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah