Semakin Parah Pergerakan Tanah, Warga Ciherang Sukabumi Desak Pemerintah Minta Kepastian Hunian

1 Oktober 2021, 14:06 WIB
Semakin Parah Pergerakan Tanah, Warga Ciherang Sukabumi Desak Pemerintah Minta Kepastian Hunian /By Manaf Muhammad/Media Pakuan/

 MEDIA PAKUAN - Warga di lokasi bencana pergerakan tanah di Dusun Ciherang Desa Cijangkar kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi hidup dalam bayang bayang kewaspadaan.

Ratusan warga yang tinggal di Ciherang Sukabumi merasakan bencana pergerakan tanah pada Minggu 13 Desember 2020 sekitar pukul 18.00 WIB.

Sejak saat itu hingga beberapa bulan setelahnya retakan tanah meluas. Rumah pemukiman warga di Ciherang Sukabumi dan sekitarnya pun ikut terbelah yang memaksa mereka untuk mengungsi dan membuat bangunan hunian sementara di sekitar lokasi.

Baca Juga: Lagu Lingsir Wengi Mantra Menyeramkan Panggil Mahluk Gaib, Terutama Kuntilanak

Beberapa rumah warga dan bangunan ambruk dan retak sehingga jauh dari kata layak huni. Kendati demikian warga pun membangun hunian sementara di sekitar lokasi bencana.

"Sekarang pindah sementara ke lahan kebun masih sekitar 500 meter ke lokasi bencana, di sana bangun hunian sementara, panggung alasnya bambu," kata warga penyintas bencana, Alvi Rahayu (25) kapada media Pakuan, Jum'at 1 Oktober 2021.

Alvi mengatakan setiap kali hujan selalu khawatir akan terjadi longsor kembali sehingga ia hanya bisa berharap untuk hidup aman dan
selamat.

"Kalo hujan yang di daerah bawah itu masih terus aja pergerakan tanahnya longsor longsor dikit gitu, kalo hujan deras itu ngaruh ke pergerakan tanahnya makin ambles semakin kebawa longsoran lagi," ungkapnya.

Baca Juga: 7 Tahun Bekerja TKI Bocorkan Kehidupan di Malaysia 'Bicara Juga Hati Hati'

Sementara itu Kepala Desa Cijangkar Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi, Heri Suherlan (50) mengatakan warga terdampak saat ini berjumlah 461 jiwa.

"Pagar sekolah di pintu masuk roboh, kedalaman retakan nambah, longsoran ke bawah sebelah kiri retakan kembali terjadi dikarenakan hujan. Kondisi masyarakat terus menanyakan huntap ke pihak desa, mereka mendesak membuat surat ke pihak terkait bahkan ada wacana ditanda tangani masyarakat terkena bencana, cuman untuk sementara pihak desa menerangkan ini masih berproses di provinsi sesuai rapat koordinasi BPBD, perkim, camat, kades, pihak kecamatan lainnya minggu kemarin," katanya.

Ia mengatakan sudah ada bantuan beberapa waktu lalu, terakhir dari Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat.

Baca Juga: Kisah Tiphaine Poulon, Seorang Model Asal Prancis yang Jatuh Cinta Kepada Anak Ulama Kharismatik Aceh

"Sementara ada kemarin dari ketahanan pangan provinsi berupa beras 2 Minggu yang lalu sebagai usulan 3 bulan yang lalu, yang lainnya gak ada, masyarakat hari ini minta kepastian huntap, itu terpenting," ujarnya.

"Masyarakat sudah dapat DTH (Dana Tunggu Hunian) dari pusat sebagai dana untuk ngontrak selama 5 bulan pertama Rp3 juta rumah yang masyarakat gunakan untuk relokasi mandiri ke tempat /tanah saudara dan tetangga," jelasnya.

Sukarelawan dari Disaters.id yang juga merupakan jurnalis, Budiyanto (50) mengatakan kondisi masyarakat di lokasi hanya mengandalkan hunian sementara (huntara).

"Saat ini, para penyintas bencana menunggu kabar baik dari pemerintah mengenai hunian tetap (huntap) yang janjinya akan dibangun secepatnya, Selain itu para penyintas juga berharap bila ada program bantuan jaminan hidup (jadup) bisa direalisasikan,"

Baca Juga: Makna Dibalik Peti Mati di Drama Squid Game, Terinspirasi dari Blackpink?

Ia mengatakan bantuan untuk warga penyintas bencana cukup masif di awal awal dari pemerintah daerah dan pusat, dan juga dari komunitas kemanusiaan.

Sementara saat ini semakin menurun sehingga warga harus lebih banting tulang untuk hidup di tengah lokasi yang keselamatannya tak menentu tersebut.

"Semua bantuan itu saat awal awal saja, sampai masa tanggap darurat berakhir 4-10 Februari, setelah itu hingga sekarang menurun, bahkan bisa dibilang tidak ada," pungkasnya.

"Ya para penyintas sudah mulai aktif mencari nafkah, ada yang bertani, buruh tani, bekerja serabutan hingga mencari nafkah sebagai buruh di Jakarta dan lainnya, Namun belum dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Terutama bagi para penyintas yang rumahnya sudah tidak layak huni, rusak karena bencana, karena terpaksa mendirikan huntara, uangnya dari pinjam ke kerabat. Lahannya untuk mendirikan huntara juga ada yg pinjaman kerabat," katanya di Sukabumi.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Tags

Terkini

Terpopuler