Syefri Luwis : Virus Covid 19, Pemerintah Harusnya Berkaca dari Sejarah Virus Spanyol

- 22 September 2020, 06:06 WIB
Ilustrasi corona. */Shutterstock
Ilustrasi corona. */Shutterstock /

 

MEDIA PAKUAN - Pandemi covid-19 menyisakan berbagai permasalahan seluruh dunia terkena dampaknya.

102 tahun duniapun diguncang pandemi yang mengerikan pada tahun 1918, yang dikenal sebagai “flu Spanyol” sangat sulit dipahami.

Virus ini menginfeksi 500 juta orang di seluruh dunia dan membunuh sekitar 20 juta hingga 50 juta korban, termasuk di Indoensia.

Baca Juga: Viral Keunikan Pedagang Keliling Menjajakan Dagangan, Laris dalam Sekejap

Bahkan disebutkan dalam riset jurnalis BBC World Service Fernando Duarte, flu Spanyol menewaskan lebih banyak orang daripada korban Perang Dunia I.

Berdasarkan sejarah yang ada, diketahui terjadi dalam 3 gelombang sebelum berakhir masa pandemi global, dan gelombang kedua adalah yang paling mematikan.

Menurut Syefri Luwis, peneliti sejarah wabah dari Universitas Indonesia, Pulau Jawa merupakan salah satu episentrum wabah ini.

Baca Juga: Zombie Kocak namun Jenius, Inilah Sinopsis Drakor 'Zombie Detective'

Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk yang sangat padat pada saat itu, dan juga karena adanya pertentangan dimana para pengusaha tetap memaksa untuk perjalanan kapal laut.

Dirinya juga menyebut penyebab penyakit flu Spanyol ini dapat menyebar dengan sangat cepat di Hindia Belanda dikarenakan tidak adanya larangan masyarakat untuk berkumpul oleh pemerintah Hindia Belanda, meski telah diperingatkan oleh dinas kesehatan.

Ketika flu Spanyol pertama kali muncul pada awal Maret 1918, gejala flu ini memiliki semua ciri khas flu musiman, meskipun jenisnya sangat menular dan ganas.

Salah satu kasus terdaftar pertama adalah Albert Gitchell, seorang juru masak Angkatan Darat A.S. di Camp Funston di Kansas, yang dirawat di rumah sakit karena demam 104 derajat.

Baca Juga: Perwal Protokol Cegah Covid-19 di Sosialisasikan, Warga Sukabumi Terperangah Sanksi Denda

Virus menyebar dengan cepat melalui instalasi Angkatan Darat dimana merupakan rumah bagi 54.000 tentara.

Pada akhir bulan, 1.100 tentara telah dirawat di rumah sakit dan 38 tewas setelah menderita pneumonia.

Sepanjang bulan April dan Mei 1918, virus menyebar seperti api ke seluruh Inggris, Prancis, Spanyol dan Italia.

Diperkirakan tiga perempat dari militer Prancis terinfeksi pada musim semi 1918 dan sebanyak setengah dari pasukan Inggris.

Namun gelombang pertama virus tampaknya tidak terlalu mematikan, dengan gejala seperti demam tinggi dan malaise yang biasanya hanya berlangsung selama tiga hari.

Baca Juga: Kurs Rupiah Menguat Senin 21 September 2020, Dolar AS Melemah

Menurut data kesehatan masyarakat yang terbatas sejak saat itu, tingkat kematian mirip dengan flu musiman.

Salah satu pembelajaran sejarah yang sangat baik dapat diambil dari langkah sosialisasi pemerintah kolonial Belanda pada saat itu.

Syefri menjelaskan, meski dianggap terlambat langkah pemerintah Hindia Belanda menerbitkan dua buku mengenai wabah flu perlu diapresiasi.

Dengan pendekatan lokal dan budaya, salah satunya dengan diterbitkannya buku dalam bahasa Jawa Honocoroko dan menggunakan tokoh-tokoh pewayangan, hal tersebut memudahkan informasi sampai ke masyarakat

Baca Juga: Banyak Anggota KPU yang Tertular COVID-19, Penundaan Pilkada Harus Dipertimbangkan

Dalam dialog yang dipandu Prita Laura tersebut juga hadir melalui media daring Ravando Lie, kandidat Doktor Sejarah University of Melbourne.

Ravando menerangkan teori awal mula merebaknya flu Spanyol yang bermula dari Kansas, Amerika Serikat hingga menyebar melalui mobilisasi tentara dan penduduk ke seluruh penjuru dunia termasuk ke wilayah nusantara. Ia pun menyebut angka korban flu Spanyol di nusantara hingga 1,5 - 4,37 juta jiwa hanya di Pulau Jawa dan Sumatera saja.

Menurut Ravando strategi dengan melakukan penelitian ilmiah mengenai flu Spanyol yang dilakukan oleh Influenza Komisi bentukan pemerintah Hindia Belanda menjadi salah satu terobosan penting.

Baca Juga: Diprediksi Kurang Beruntung, Sebaiknya Pemilik Zodiak Ini Terus Lakukan Perbaikan

Dimana mereka menyebarkan kuesioner ke berbagai dokter yang tersebar di Hindia-Belanda untuk mengetahui dan mempelajari penanganan flu Spanyol dari berbagai daerah.

Dari sinilah awal pemerintah kolonial merumuskan berbagai kebijakan penanggulangan pandemi yang kemudian berujung pada dibentuknya Influenza Odonasi pada tahun 1920.

Influenza Odonasi merupakan kebijakan pemerintah kolonial yang dinilai paling signifikan, dengan mengatur hukuman terhadap yang melanggar, peraturan turun-naik penumpang dan juga angkut barang misalnya di pelabuhan.

Baca Juga: Persib Kembali ke GBLA, Laga Pertama Lawan Persita

Dari pelabuhan inilah diduga kuat sebagai sarana utama penyebaran virus flu Spanyol. Namun langkah tersebutpun dianggapnya cukup terlambat.

"Tetapi itu cukup terlambat karena pada tahun 1920 ketika virus itu sudah mulai tertidur atau mungkin mulai menghilang pada saat itu," jelas Ravando.

Melihat sejarah yang begitu panjang, Ravando mengatakan pandemi yang terjadi di Indoensia pada dasarnya kerap berulang polanya. Namun pemerintah perlu membuat grand design secara jangka panjang, serta penting melihat sisi sejarah dan kesehatan sebagai unsur yang tidak terpisahkan.

Baca Juga: Dua Karyawan Pabrik Roti Luka Luka Pasca Banjir Bandang Di Cibuntu, Cicurug Sukabumi

Sementara Syefri memberi masukan terkait sosialisasi kepada pemerintah Indonesia agar ke depannya dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat dengan lebih detail dan memperhatikan seluruh aspek masyarakat. Salah satu contohnya dengan sosialisasi menggunakan bahasa daerah.

"Dengan menggunakan bahasa daerah akan semakin mendekatkan masyarakat dengan bahaya ini, jadi mereka lebih sadar," tutup Syefri.*** Sumber Gugus Tugas Covid 19 Pusat

Editor: Ahmad R


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x