Kasus Hilangnya 13 Aktivis 1998, Jadi Bumerang untuk Prabowo Subianto

- 17 Januari 2024, 15:55 WIB
Kasus Hilangnya 13 Aktivis 1998, Jadi Bumerang untuk Prabowo Subianto
Kasus Hilangnya 13 Aktivis 1998, Jadi Bumerang untuk Prabowo Subianto /Mega/

MEDIA PAKUAN - Pergantiannya masa rezim Orde Baru ternyata tidak menjawab berbagai misteri yang terjadi masa itu, masa orde baru hanya  meninggalkan banyak pertanyaan tanpa jawaban, termasuk nasib sejumlah aktivis korban penculikan 1998.

Telah tercatat dalam sejarah, peristiwa penculikan dan penghilangan orang secara paksa terjadi pada periode 1997-1998 kala Soeharto masih berkuasa. Peristiwa ini terjadi tepatnya pada masa pemilihan Presiden Republik Indonesia (Pilpres) untuk periode 1998-2003.

Nama  Prabowo Subianto di duga terlibat dalam aktivitas tersebut, hal itu menjadi bumerang bagi nya yang sekarang maju menjadi calon presiden 2024.

Kala itu Prabowo sempat membenarkan bahwa ia terlibat penculikan aktivis pro-demokrasi 98. Sebanyak 23 aktivis ditangkap, 9 telah dibebaskan, 13 masih hilang, dan 1 orang ditemukan tewas.

Bahkan Bambang Kristiono, anak buah Prabowo mengaku dalang di balik penculikan aktivis. Dia memerintahkan Tim Mawar atas inisiatif sendiri. Berakhir dipecat dan di penjara bersama keempat anggota Tim Mawar.

Baca Juga: Tak Ada Hujan dan Angin, Pohon Tumbang di Depan Rumah Prabowo Menimpa Satu Unit Mobil Fortuner

Insiden tersebut mengarah kepada keterlibat Prabowo dari awal. Operasi tersebut bertentangan dengan Statuta Roma Mahkamah Kriminal Internasional terhadap HAM.

Menghilangkan dan menculik secara paksa merupakan kejahatan HAM. Prabowo hanya mengaku 9 aktivis yang ia culik telah dibebaskan. Ia tidak tahu menahu tentang 13 korban yang hilang dan seorang yang ditemukan tewas

Baru-baru ini sekelompok mahasiswa kembali mengungkit kejadian misteri 13 aktivis yang hilang tersebut, serta keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan 13 aktivis prodemokrasi pada 1997-1998.

Dalam aksi tersebut mereka membagikan koran berjudul “Achtung” di kampus-kampus dan di jalanan, halaman depannya menampilkan foto Prabowo dengan tulisan “Inilah penculik aktivis 1998”. Selain itu, tertulis pula “politik dinasti ancaman bagi demokrasi”.

Unggahan mengenai selebaran itu juga viral di media sosial X. Sejumlah pengguna mengaku turut menerima brosur itu di kampus, di jalan, hingga di pasar.

gerakan itu bermula dari hasil konsolidasi nasional aliansi mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Media koran dipih dengan alasan “masih fleksibel dan dapat dijangkau oleh semua kalangan”.

Baca Juga: Prabowo Resmi Menyatakan Dirinya Sebagai Penerus Joko Widodo

Dia membantah bahwa aksi ini berkaitan dengan pilpres atau ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu untuk "kampanye hitam".

Sebelum kampanye pun kami sudah melakukan itu, sebelum ada capres-capres. Di koran itu juga tidak hanya Prabowo, tapi ada beberapa orang lainnya juga yang juga diduga melakukan itu. Dan itu juga berisi soal politik dinasti, kemunduran demokrasi. Ini tanggung jawab negara.

Bukti keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan para aktivis itu berasal dari salah satu arsip tanggal 7 Mei 1998 mengungkap catatan staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai nasib para aktivis yang hilang.

Hasil percakapan seorang staf politik Kedutaan Besar AS di Jakarta dengan seorang pemimpin organisasi mahasiswa menyebutkan nama Prabowo Subianto.

Baca Juga: Benarkah Elektabilitas Pasangan Prabowo-Gibran Melonjak Capai 50,9 Persen? Pasca Debat ke-3: Ini Penjelasannya

Narasumber tersebut mengaku mendapat informasi dari Kopassus bahwa penghilangan paksa dilakukan Grup 4 Kopassus. Informasi itu juga menyebutkan bahwa terjadi konflik di antara divisi Kopassus bahwa Grup 4 masih dikendalikan Prabowo.

"Penghilangan itu diperintahkan Prabowo yang mengikuti perintah dari Presiden Soeharto," sebut dokumen tersebut.

Prabowo saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Sampai saat ini, kasus ini masih jauh dari tuntas. Berkas penyelidikan dari Komnas HAM berulang kali dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dianggap masih “terlalu sumir” untuk ditingkatkan ke penyidikan.

Selama itu pula, isu pelanggaran HAM berat masa lalu terus mengikuti Prabowo setiap mencalonkan diri sebagai presiden, bahkan dianggap sebagai “kaset rusak yang terus diulang” seperti yang disampaikan TKN.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Sumber: PRFM News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x