Karena itu, kata dia PUKIS mendesak pemerintah untuk segera membuka kajian tersebut. Sehingga masyarakat bisa lebih memahami latar belakang kebijakan serta alasan-alasan di baliknya secara lebih komprehensif.
Selain itu, kata dia pemerintah harus mengkaji dampak kenaikan tarif bagi masyarakat dan pelaku usaha pariwisata. Terlebih, sejak tahun 2020, UNESCO telah mengingatkan pemerintah mengenai potensi terpengaruhnya mata pencaharian masyarakat lokal.
Baca Juga: Done Deal, Egy Maulana Vikri Resmi Gabung Bersama Klub Liga 1 Slovakia
"Kondisi ini dapat memicu protes seiring dengan rencana reformasi pariwisata di Taman Nasional Komodo. Dan peringatan dari UNESCO ini telah diabaikan oleh pemerintah, " katanya
Selain itu, kata Gibran PUKIS meminta kenaikan tarif tidak hanya ditunda, tetapi juga dievaluasi kembali nilai kenaikannya.
“Kenaikan tarif dilakukan secara mendadak dengan besaran yang luar biasa”, kata Gibran.
Kenaikan tarif yang mencapai 25 kali lipat, kata Gibran, bagi wisman dan 50 kali lipat bagi wisnus ini berpotensi menimbulkan diskriminasi dan ekslusivisme pariwisata.
Baca Juga: Baru Seumur Jagung Pernikahan, Deddy Corbuzer Ungkap Akan Ceraikan Istrinya, Jika Lakukan Ini
Padahal menurut BPS, kata dia rata-rata upah pekerja di Indonesia hanya sebesar Rp 2.892.537 per bulan.
“Jadi, pembangunan untuk siapa? Jangan sampai pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo justru meminggirkan masyarakat dan wisatawan lokal, padahal pembangunan infrastrukturnya banyak menggunakan uang rakyat (APBN)”, kata Gibran.