Sebab Pangan Indonesia Kalah dari Malaysia dan Ethiopia, Inilah Ungkapan Hidayat Nur Wahid

- 22 Februari 2021, 13:57 WIB
Hidayat Nurwahid /Instagram/@hnwahid.
Hidayat Nurwahid /Instagram/@hnwahid. /

MEDIA PAKUAN- Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 113 negara dalam GFSI tahun 2019. Peringkat ini sebenarnya sudah membaik dari tahun-tahun sebelumnya: peringkat ke-65 tahun 2018, 69 tahun 2017, dan 71 pada 2016.

Sayangnya perbaikan ini tidak secepat negara lain. Pada GSFI 2019, Malaysia mampu menempati posisi ke-28, Thailand ke-52, dan Vietnam ke-54.

Indonesia juga tertinggal dalam Food Sustainability Index tahun 2018 yang diterbitkan tahun 2020 oleh EIU. Dalam indeks ini Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 67 negara.

Baca Juga: Gara-gara Endorse Fiki Naki dan Dayana Kazakhastan Berseteru, Bain Wong Unfollow Akun Dayana ' Aku Marah'

Hal ini yang menjadi sorotan Wakil Ketua Majelis permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid.

Hidayat Nur Wahid mengungkapkan Indonesia perlu membuat Rancangan Undang-Undang Bank Makanan menjadi Undang-Undang.

Hal tersebut dia ungkapkannya setelah melihat data dari Food Sustainability Index 2020 yang memaparkan data soal kondisi pangan beberapa negara.

Dia mengatakan, peringkat ketahanan pangan negara ditentukan oleh tiga indikator, yaitu keterjangkauan, ketersediaan, kualitas, serta faktor sumber daya alam (SDA) berikut ketahanannya.

Baca Juga: Mencuat! Jabatan Presiden RI 3 Periode di Sosmed Iwan Fals Usulkan Ahok dan Rocky Gerung

Indikator pertanian berkelanjutan adalah rata-rata tertimbang dari indikator kategori air, tanah, emisi, dan penggunaan lahan.

Kemudian kehilangan dan pemborosan makanan merupakan rata-rata tertimbang dari indikator dalam kebijakan negara untuk menanggapi kategori kehilangan dan pemborosan pangan.

Lalu tantangan gizi adalah rata-rata tertimbang dari indikator pada kategori kesehatan dan gizi masyarakat tiap negara. Masing-masing indikator tersebut memperoleh skor yang kemudian digabungkan menjadi peringkat ketahanan pangan sebuah negara.

Baca Juga: Din Syamsuddin Tanggapi GAR ITB Soal Radikal ' Itu Tak Kaget Ini Pertarungan Ideologis lama'

Hal yang memprihatinkan bahwa peringkat ketahanan pangan Indonesia justru berada di bawah 16 negara yang berasal dari Benua Afrika. Beberapa negara Afrika tersebut yakni Rwanda peringkat 12, Uganda peringkat 25, Ethiopia 27, Tanzania 30, Zimbabwe 31, Zambia 32.

Selanjutnya, Burkina Faso di peringkat 34, Senegal 37, Kenya 45, Nigeria 46, Maroko 47, Mozambik 48, Mesir 49, Sudan 56, dan Kamerun 59.

Indonesia yang menempati urutan 60 mempuyai skor ketahanan pangan hanya 59.10 dengan nilai kehilangan dan pemborosan makanan sebesar 61.40 poin.

Kemudian nilai pertanian keberlanjutan sebesar 61.10 poin dan tantangan gizi 54.90 poin.

Baca Juga: CEK FAKTA! Stiker WhatsApp Kini Dibebani Biaya, AKBP Nyoman : sebaiknya Hentikan Langganan Fitur WA

Melihat hal tersebut, Hidayat Nur Wahid mendorong terbentuknya RUU Bank Makanan menjadi UU untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, terlebih saat masa pandemi Covid-19 ini.

“Tentu itu sangatlah mengkhawatirkan,” ujar Wakil Ketua MPR, 22 Februari 2021, dikutip Antara.

Dirinya menginginkan bahwa usulan dibentuknya RUU Bank Makanan agar bisa diikutsertakan dalam wacana revisi UU Pangan.

Baca Juga: AS Kecewa Pandemi Covid 19 Telah Membunuh Setengah Juta Warganya, Anthony Fauci: Mengerikan, Menakjubkan

HNW menjelaskan bahwa adanya RUU Bank Makanan bisa mengatasi persoalan makanan terbuang dan sampah makanan.

Selain itu, Hidayat turut mengapresiasi berbagai lembaga yang fokus terhadap pengelolaan makanan agar tidak boros dan terbuang, serta bisa membantu masyarakat yang masih kurang gizi.

Tetapi di sisi lain dia pun menyoroti berbagai restoran dan ritel makanan yang sengaja atau terpaksa membuang makanan berlebih.***

Sumber: Galamedianews dan Antara.

Editor: Popi Siti Sopiah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah