PKS dan Demokrat Pasrah! Revisi UU Pemilu Tidak Masuk Prolegnas Tahun 2021: Suara Mengalahkan Rasionalitas

27 Maret 2021, 17:46 WIB
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) dianggap sebagai orang terkuat setelah Jokowi karena peniadaan pembahasan UU pemilu. /Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO

PKS dan Demokrat Pasrah! Revisi UU Pemilu Tidak Masuk Prolegnas Tahun 2021: Suara Mengalahkan Rasionalitas


MEDIA PAKUAN - Politisi Demokrat Anwar Hafid mengungkapkan Fraksinya dan Fraksi PKS di DPR kalah untuk memperjuangkan revisi Undang-Undang pemilu.

Anggota Komisi II DPR ini menyebut Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS kalah di DPR karena demokrasi Indonesia hari ini adalah sistem demokrasi yang memenangkan suara terbanyak.

"Sistem demokrasi yang tentu kita pahami semua, demokrasi dengan suara terbanyak. Sehingga mengalahkan rasionalitas," ujarnya seperti dikutip dari rilis Fraksi Demokrat, Sabtu 27 Maret 2021.

Baca Juga: Para Jendral Militer Myanmar Rayakan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar Setelah 300 orang tewas, Sasa: Memalukan

Baca Juga: Militer Myanmar Ingatkan Penentang Kudeta agar Tidak Berunjuk Rasa

Baca Juga: Hari Angkatan Bersenjata Menjadi Hari Berdarah Bagi Pengunjuk Rasa Myanmar, Juru Bicara CRPH: Memalukan

Misalnya, sambung Anwar, mengalahkan suara-suara yang menginginkan adanya sebuah perubahan tatanan dalam sistem demokrasi kita.

Fraksi Demokrat dan PKS memperjuangkan revisi UU Pemilu bukan tanpa alasan dan bukan karena sekedar kepentingan politik belaka.

"Revisi UU Pemilu sebagai bagian dari pilar demokrasi dan bagian dari konsolidasi demokrasi," jelasnya.

Fraksi Demokrat ngotot untuk merevisi UU Pemilu berkaca dari pengalaman yang terjadi pada Pemilu tahun 2019 lalu, ada 800 lebih petugas KPPS yang meninggal dunia akibat kelelahan.

"Ini adalah sebuah bencana demokrasi yang sangat besar tentunya dengan berjatuhannya korban, 800 lebih KPPS kita yang meninggal karena kelelahan," tutur Anwar.

Kemudian dengan Pilkada yang disatukan dengan Pemilu di tahun 2024, ada 272 daerah yang memerlukan pejabat sementara.

"Nanti kita lihat apakah para pejabat yang akan ditempatkan oleh rezim sekarang yang kita tahu merupakan salah satu kontestan juga di 2024," ucapnya.

Anwar mempertanyakan, apakah para pejabat itu akan mengedepankan supremasi hukum dan kesamaan ketika wasit dan pemain sama-sama berdiri.

Indonesia sudah pernah mengalami demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin, dan hari ini mengaku sebagai demokrasi Pancasila.

Bahkan dulu mulai dari bupati, gubernur dan sebagainya ditunjuk oleh satu orang penguasa di Indonesia.

"Konsolidasi demokrasi yang kita lakukan adalah menata sistem Pemilu, desain Pemilu kita ke depan itu lebih baik. Agar outputnya benar-benar meningkatkan kualitas demokrasi," pungkasnya.***

 

 

 

Editor: Ahmad R

Sumber: fraksidemokrat.org

Tags

Terkini

Terpopuler