Sindira Jika Eropa tidak berinisiati untuk mengambil alih keamanannya sendiri. Maka status Eropa akan semakin jatuh.
Baca Juga: Bikin Lapar! Sajian Cheescake Nikmat saat berbuka Puasa Ramadhan 1443 H: Resepnya Bisa Dicoba
Baca Juga: Ramadhan 2022, Arab Saudi Perbolehkan Restoran Buka Siang Hari, Inilah Aturan Bagi yang Tidak Puasa
Li Haidong, seorang profesor di Institut Hubungan Internasional di Universitas Luar Negeri China, mengatakan bahwa evolusi NATO selama 73 tahun terakhir adalah kisah bagaimana AS telah memanipulasi.
Termasuk mengendalikan Eropa untuk mempertahankan hegemoninya di benua itu.
Baca Juga: Fakta Unik Puasa Ramadhan di Jepang Capai 17 Jam, Non Muslim Berdaptasi dengan Umat Islam
"ini adalah produk utama yang menekankan kepentingan Amerika Serikat, dan krisis Ukraina menunjukkan bahwa sangat sulit bagi Eropa untuk menemukan keseimbangan antara NATO dan Rusia," katanya.
Li percaya bahwa setelah runtuhnya Uni Soviet, NATO kehilangan musuh tradisionalnya dan berusaha untuk berubah dari blok militer murni menjadi blok keamanan politik.
Status Eropa akan semakin menurun menjadi dilema, jika tidak ada negara yang mampu mematahkan monopoli AS. Eropa secara bertahap akan terpecah belah, terbagi bahkan hancur.
"Untuk mencapai keseimbangan mengharuskan Eropa mengambil kemerdekaan strategis dan keamanan Eropa ke tangan mereka sendiri, bebas dari kendali Amerika," katanya.
Menurut mereka, situasi di Ukraina sebenarnya adalah jebakan yang telah ditetapkan AS untuk Eropa.
Kompleks industri militer AS mendorong ekspansi NATO ke timur untuk memperkaya dirinya sendiri, kemudian AS merebut keamanan Eropa dan menciptakan krisis untuk merugikan Rusia.***