Ratusan Etnis Tigray Ditahan Polisi Ethiopia, Saksi Mata Angkat Bicara

- 15 Juli 2021, 17:31 WIB
Stop kekerasan
Stop kekerasan /



MEDIA PAKUAN-Polisi Ethiopia menangkap ratusan etnis Tigray di Addis Ababa sejak pasukan pemerintah federal kehilangan kendali atas ibu kota wilayah Tigray pada 28 Juni  2021.

Penahanan di Addis Ababa yang merupakan ibu kota Ethopia, adalah gelombang ketiga.

Disadur dari Reuters, sejak November, kelompok hak asasi dan pengacara memperlakukan keras terhadap etnis Tigray ketika pertempuran terjadi antara militer dan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) di Tigray, di wilayah paling utara negara itu.

Baca Juga: Pemerintah Inggris Segera Buka Lockdown, Sebagian Warga Malah Khawatir

Sementara itu, otoritas yang ada di Addis Ababa mengatakan, mereka baru-baru ini menutup sejumlah bisnis milik Tigrayan atas dugaan hubungan dengan TPLF, yang dianggap oleh pemerintah sebagai organisasi teroris pada bulan Mei.

Sementara itu, juru bicara kepolisian Addis Ababa, Fasika Fanta mengaku tidak tahu tentang informasi penangkapan atau penutupan bisnis.

"Orang-orang mungkin dicurigai melakukan kejahatan dan ditangkap, tetapi tidak ada yang menjadi sasaran karena etnis," kata juru bicara polisi federal Jeylan Abdi.

Sebelumhya, Jaksa Agung Ethiopia mengatakan, tidak ada kebijakan pemerintah untuk "membersihkan" pejabat Tigrayan. Dia juga mengatakan, dirinya tidak dapat mengesampingkan bahwa beberapa orang yang tidak bersalah mungkin tersapu dalam penangkapan tetapi bahwa TPLF memiliki jaringan besar di Addis Ababa.

Sementara itu, pejabat kantor perdana menteri, kantor jaksa agung dan satuan tugas pemerintah di Tigray tidak memberikan komentar atas laporan tahanan yang dibebaskan tentang gelombang penangkapan, atau pada kasus individu.

Seorang pengacara Tigrayan dari partai oposisi Tigrayan, Tesfalem Berhe mengatakan kepada media, dia mengetahui setidaknya 104 warga Tigrayan ditangkap dalam dua minggu terakhir di Addis Ababa dan lima di kota timur Dire Dawa.

Kebanyakan dari mereka yang ditangkap adalah pemilik hotel, pedagang, pekerja bantuan, pekerja harian, pemilik toko atau pelayan, katanya.

Data-data tersebut didapatkan dari rekan kerja, teman dan anggota keluarga mereka.

Sementara itu, dia tidak berkomunikasi dengan para tahanan secara langsung, dan mengatakan tidak mewakili mereka meskipun dia menyampaikan informasi itu kepada organisasi-organisasi seperti Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia.

"Mereka tidak hadir di pengadilan dalam (periode yang dimandatkan secara hukum) 48 jam dan kami tidak tahu keberadaan mereka - keluarga atau pengacara mereka tidak dapat mengunjungi mereka," katanya.

Selain itu, dia juga mengatakan, penangakapan semakin meningkat setelah militer menarik diri dari ibu kota Tigray, Mekelle, dan mengumumkan gencatan senjata sepihak setelah hampir delapan bulan pertempuran.
Baca Juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Indonesia disoroti Stasiun TV Korea Utara
Seorang juru bicara komisi hak membenarkan bahwa mereka telah menerima laporan penahanan dan sedang dalam penyelidikan.

Seorang pedagang jalanan Tigrayan, Nigusu Mahari mengatakan kepada media bahwa polisi kota dan pria berpakaian sipil telah menangkapnya dan 76 warga Tigrayan lainnya pada 5 Juli.

"Mereka memukuli kami semua dengan tongkat," katanya Nigusu.

Polisi menanyakan apakah dia dikirim oleh TPLF, katanya.

Setelah itu, kelompok tersebut dibawa ke Addis Ababa, ke sebuah kamp militer, katanya.

Di kamp terserbut setidaknya ada lebih dari 100 orang Tigrayan yang ditahan. Dia mengatakan dia ditahan di sana selama dua hari dan diberi enam potong roti sehari.

Sementara itu, pihak media tidak dapat memverifikasi akun Nigusu secara independen.***


Editor: Hanif Nasution

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x