MEDIA PAKUAN - Diplomat utama Uni Eropa (UE) mengatakan China dan Rusia menghambat dan kurang merespon internasional.
Padahal aksi kudeta 1 Februari yang dilakukan militer Myanmar, Minggu, 11 April 2021 lalu sudah banyak memakan banyak korban.
"Cukup mengherankan Rusia dan China tidak memblokir upaya Dewan Keamanan PBB. Termasuk untuk memberlakukan embargo senjata," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dalam postingan blog-nya.
"Persaingan geopolitik di Myanmar akan membuat sangat sulit untuk menemukan titik temu,” kata Borrell, yang mewakili 27 negara anggota UE.
Baca Juga: Polisi Gerebek Kampung Narkoba di Palembang, 65 Orang Diamankan Berikut Sabu
Selain itu, dia juga mengatakan, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan lebih dari 550 pengunjuk rasa tak bersenjata.
Selain itu, dia juga mengatakan, pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan lebih dari 550 pengunjuk rasa tak bersenjata.
Termasuk 46 anak-anak, dalam tindakan keras berdarah sejak kudeta pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
"Dunia menyaksikan dengan ngeri, karena tentara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri," kata Borrell.
China dan Rusia merupakan negara pemasok senjata terbesar dan kedua Myanmar.
Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB pekan lalu menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi dan anggota lainnya yang ditahan oleh militer namun tidak mengutuk kudeta tersebut.
Sementara itu, UE sedang menyiapkan sanksi baru untuk individu dan perusahaan milik militer Myanmar.
Selain itu, pengaruh ekonomi di Myanmar relatif kecil, Borrell mengatakan UE dapat menawarkan untuk meningkatkan hubungan ekonominya dengan Myanmar jika demokrasi dipulihkan di negara itu.
Dia mengatakan, hal tersebut bisa mencakup lebih banyak perdagangan dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan.***