Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Terberat, Rusia Peringati Perang Saudara

7 April 2021, 12:59 WIB
Bentrok Berdarah Anti Kudeta Myanmar. /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS



MEDIA PAKUAN - Rusia menanggapi hukuman tambahan yang diberikan Uni Eropa kepada junta Myanmar yang telah melakukan kudeta.

Hal ini mereka sampaikan karena hukuman tersebut berpotensi menambah masalah baru berupaperang saudara di Myanmar.

Namun, pihak Uni Eropa tetap menerapkan dan meningkatkan hukuman melalui pembatasan pada para jenderal Myanmar.

Sementara itu, militer Myanmar masih menghadapi pengunjuk rasa pro-demokrasi yang berkelanjutan di seluruh negeri.

Baca Juga: Gunung Sinabung Lontarkan Abu Vulkanik 1.000 Meter, Warga Diminta Waspada

Baca Juga: Manajer Google Bengio Mundur dari Pekerjaannya, Peneliti: Kerugian Besar Bagi Google

Di Yangon yang merupakan kota utama Myanmar, para pengunjuk rasa menyemprotkan cat merah ke jalan-jalan.

Hal ini menimbolkan pertumpahan darah dalam tindakan keras yang dilakukan oleh pasukan keamanan terhadap warga sipil.

"Darahnya belum kering," kata salah satu pesan yang dituliskan pengunjuk rasa dengan warna merah.

Kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP) mengatakan, setidaknya 570 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati oleh pasukan dan polisi dalam kerusuhan hampir setiap hari sejak kudeta 1 Februari.

Baca Juga: Warga Desa Terdampak Covid-19 Berhak Dapat BLT Dana Desa Rp300 Ribu, Ini Syarat dan Ketentuannya

Baca Juga: Terduga Orang Yang Berkulit Hitam Tidak Bisa Kerja Di Facebook, Manajer: Kami Mencari Sesuai Budaya

Selain itu, pasukan keamanan Myanmar juga telah menahan hampir 3.500 orang yang terlibat dengan aksi pembangkangan kudeta.

Mereka yang ditahan termasuk Suu Kyi, politikus paling populer Myanmar, dan anggota Liga Nasional untuk Demokrasi.

Disisi lain, Rusia mengatakan bahwa, sanksi terhadap pihak berwenang sia-sia dan sangat berbahaya.

"Faktanya, garis seperti itu berkontribusi untuk mengadu domba pihak satu sama lain dan, pada akhirnya, mendorong rakyat Myanmar menuju konflik sipil skala penuh," kata Kementerian Luar Negeri Rusia.

Rusia merupakan negara yang memasok persenjataan militer Myanmar dan sebelumnya, wakil menteri pertahanannya bertemu dengan pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyitaw pada bulan lalu, yang memicu kritik dari aktivis hak asasi yang menuduh Moskow melegitimasi junta.

Baca Juga: Siap-Siap! BLT UMKM BPUM Rp2,4 Juta akan Segera Cair Pada April 2021, Segera Login eform.bri.co.id

Baca Juga: Lapas Nyomplong Razia Dadakan, 54 Barang Terlarang Ini Ternyata Ditemukan!

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian di Paris mengatakan, Uni Eropa bersiap untuk memberikan sanksi gabungan pada militer Myanmar yang menargetkan kepentingan bisnisnya.

"Kami akan menambahkan sanksi ekonomi di tingkat 27 (negara UE), terhadap entitas ekonomi yang terkait dengan tentara sehingga (sanksi) dapat diterapkan dengan sangat cepat," kata Le Drian kepada anggota parlemen.

Pada bulan lalu, Uni Eropa menjatuhkan sanksi pada beberapa tokoh yang terkait dengan kudeta dan penindasan berikutnya.

Sementara itu, Amerika Serikat juga mengambil tindakan terhadap individu dan bisnis yang dijalankan militer Myanmar, yang mencakup rentang kehidupan ekonomi Myanmar yang luas.

Selain itu, pada hari Rabu, Para pengunjuk rasa menyerukan untuk melakukan pembakaran produk-produk China. banyak diantara mereka yang menentang China, investor utama di Myanmar, karena dianggap mendukung militer Myanmar.***

Editor: Adi Ramadhan

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler