MEDIA PAKUAN-Penampilan wayang suku raga, tidak jauh berbeda dengan pertunjukan wayang lain di nusantara. Hanya saja, sosok wayang yang bermedia didominasi terbuat dari kulit hewan itu, kerap menampilkan isu-isu yang sering terjadi di masyarakat.
Begitupun tokoh pewayang tidak berpatokan pagelaran wayang pada umumnya. Pada saat penampilan pun, tidak ada tokoh wayang pada umumnya. Seperti tokoh-tokoh pandawa, kurawa, semar hingga tokoh ikon pewayangan umumnya, si Cepot
Tokoh-tokoh yang di tampilkan wayang Sukuraga bisa berbentuk boneka yang diadukan seni lukis, rupa, musuh dan kerajinan. Bahkan hampir setiap pertunjukan warang satu ini, dengan tokoh wayang terbuat kulit berbentuk sosok mulut, telinga, mata, kaki, hidung, hati, tangan, lingga dan yonia.
Begitupun patokan pada makna Sukuraga yang berarti wayang, dan manusia adalah dalang. Maka pertunjukan tidak memerlukan ruang, waktu hingga nayaga banyak.
Pertunjukan wayang yang secara resmi ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi menjadi ikon seni khas budaya Kota Sukabumi, 12 Februari 2016 lalu. Ternyata mulai diperkenankan kepada khalayak luas pertengahan 1997 itu, dapat digelar di mana pun.
Termasuk di tempat parkir sekalipun. Apalagi pementasan pertunjukan Wayang Sukuraga itu, lebih banyak hiburannya
Baca Juga: Klaim, Kesehatan Kim Jong Un Memburuk
"Wayang Sukuraga lebih menampilkan pesan penting disampaikan ke timbang di pertunjukan. Sehingga di mana pun wayang Sukuraga pesan harus disampaikan. Sekalipun disela-sela ngobrol di warung kopi sambil lesehan," kata Dalang sekaligus Pencipta Wayang Sukuraga, Effendi.
Effendi mengatakan pertunjukan wayangnya lebih mengajak untuk mengetahui makna dari kata lima nada pada seni karawitan, yakni Da, Mi, Na TI LA. Makna Da yang berati dari mana datangnya semua umat Manusia, Mi yang berarti milik siapa dunia serta seluruh isinya.
"Sementara Na bermakna nanti semua makhluk hidup akan kembali ke asalnya. TI berati tidak kekal di dunia hanya sementara. Serta LA yang berati lakukan lah perintah Maha Pencipta," katanya.
Sementara makna yang disampaikan, kata Effendi berbeda dengan alur cerita pewayangan pada umumnya. Narasi pertunjukan Wayang Sukuraga tidak mengenal dengan cerita klasik Ramayana dan Mahabharata.
Tapi pementasan wayang ini, berfilosofi agar manusia secara utuh mengenal dirinya. Sehingga tokoh tokoh pada pewayangan terdiri dari sebagainya anggota tubuh manusia. Pertunjukan mengingatkan manusia agar dalam kehidupannya tidak hanya mencari duniawinya. Tapi akhirat harus diraih.
"Sehingga setiap pertunjukan banyak menceritrakan komplik manusia secara internal. Terutama konflik para anggota badan manusia," katanya.
Diiringan musik kolaborasi yang dipandu musik etnik tradisional dan modern, kata Effendi, pertunjukan bernarasi dialog berkarakter kekini-kinian. Sehingga tema
bisa keberagaman, gotong royong, tentang narkoba hingga berita Hoax.
Melanglang buana.
Berkat inovasinya, Effendi tidak hanya wayang hasil ciptaannya kini menjadi ikon wayang khas Kota Sukabumi membawanya berlanglangbuana ke berbagai negara. Tapi ina aktor wayang Sukuraga telah memotivasi generasi muda untuk belajar.
Kini rumah budaya Sukuraga sering dikunjungi orang untuk belajar dan mendapatkan wawasan
"Rumah budaya Sukuraga bekerjasama dengan PGSD UMMI, sering mengadakan pelatih anda. Terutama dengann guru Sekolah Dasar, menggali dan belajar wayang ini," katanya. ***