Hukum Suci! Apakah Bulu Kucing yang Rontok Termasuk Najis? Berikut Penjelasannya

- 26 Oktober 2022, 17:15 WIB
ilustrasi kucing
ilustrasi kucing /Pixabay/

MEDIA PAKUAN - Dalam berbagai literatur fiqih dijelaskan bahwa bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup.
 
Maka status suci dan najisnya persis seperti bangkai dari hewan tersebut. 
 
Dalam arti, ketika bangkai dari hewan tersebut dihukumi suci. Maka potongan tubuh tersebut dihukumi suci.
 
 
Misalnya potongan tubuh dari ikan dan belalang. 
 
Sebaliknya, jika potongan tubuh berasal dari hewan yang bangkainya dihukumi najis, maka potongan tubuh dari hewan tersebut dihukumi najis, seperti pada hewan selain ikan dan belalang. 
 
Ketentuan hukum demikian berdasarkan salah satu hadits:
 
 
مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ
 
“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai”
 
(HR Hakim).
 
Namun ketentuan hukum di atas, dikecualikan ketika bagian tubuh yang terpotong adalah rambut atau bulu dari hewan.
 
Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut.
 
 
Tapi terdapat perincian: jika bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan maka dihukumi suci. 
 
Seperti bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan-hewan lain yang dagingnya halal dikonsumsi.
 
Sedangkan jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka bulu tersebut dihukumi najis. 
 
 
Seperti bulu yang rontok pada hewan tikus, anjing, keledai, atau hewan-hewan lain yang dagingnya haram dimakan.
 
Lalu bagaimana dengan bulu kucing yang rontok? Bukankah kucing merupakan salah satu hewan yang haram untuk dimakan?
 
Dalam hal ini, para ulama tetap mengkategorikan bulu yang rontok dari kucing  sebagai benda yang najis.
 
 
Meski demikian, najis tersebut dihukumi ma’fu (ditoleransi, dimaafkan) ketika dalam jumlah sedikit.
 
Ditoleransi pula dalam jumlah banyak, khusus bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing dan sulit menghindari rontokan bulu kucing,
 
Misal bagi dokter hewan dan petugas salon kucing yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan kucing. Ketentuan hukum ini seperti yang teringkas dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi:
 
 
(وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها
(قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين
 
“Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’
 
 
Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan.
 
Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu.
 
Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing.
 
 
Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. 
 
Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu”
 
(Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, juz 2, hal. 290).
 
Wallahu'alam.***
 
 

Editor: Ahmad R

Sumber: Media Pakuan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x