Kisah Imajiner Peristiwa Ajaib, di Leuwi Cimanuk Kabupaten Garut

1 Oktober 2020, 19:00 WIB
Walungan Cimanuk Kabupaten Garut terkenal angker /Mediapakuan.com/

MEDIA PAKUAN - Hingga tahun 1970, beberapa lokasi di Sungai Cimanuk, memiliki aura angker.

Terutama lubuk-lubuk besar yang sisi kiri kanannya dipenuhi tumbuhan khas sungai besar.

Antara lain “dadap-cangkring” (tinggi menjulang), batang, dahan dan ranting-rantingnya penuh duri.

Baca Juga: Tempat 'Pacaduan' di Walungan Cimanuk yang Terkenal Angker

Berhiaskan bunga-bunga berkelopak besar berwarna merah cerah. Pohon ini merupakan tempat paling cocok untuk pemukiman burung-burung.

Burung manyar membuat sarang mirip balon panjang. Bergelantungan di ranting-ranting yang menjulur.

Begitu pula kerak, bincarung, jogjog, dan jenis-jenis burung lain. Di atas pohon dadap cangkring mereka merasa aman terlindungi.

Baca Juga: Beberapa Jenis Tradisi Tercatat Sepanjang Aliran Sungai Cimanuk yang Terlupakan

Juga menjadi persinggahan burung-burung besar yang akan menuju kediamannya di gunung.

Seperti kuntul, bukaupih, bangau. Sesekali mereka hinggap di sana sambil memakan ikan atau katak yang mereka peroleh di perjalanan.

Ada pula pohon-pohon “warudoyong”, “kopo”, “geredog”, “haur”, yang membentuk rumpun-rumpun peneduh sepanjang bantaran sungai.

Baca Juga: Ngecrik Ikan Sungai Cimanuk Kabupaten Garut Terkenal Gurih Alami

Di bawahnya arus deras sungai Cimanuk pada bagian yang dangkal. Kemudian menggenang bagai berhenti pada bagian yang dalam dan luas.

Disebut “leuwi” (lubuk). Sejak bagian tengah Sungai Cimanuk di daerah Kecamatan Wanaraja dan Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut ke sebelah hilir, hingga ke kawasan Tolengas, Kabupaten Majalengka, terdapat ratusan lubuk dengan segala “misteri” yang dikandungnya.

Berupa kisah imajiner, peristiwa ajaib, dan aneka macam lainnya yang dapat dipercaya atau tidak.

Baca Juga: Cegah COVID-19 Pemkab Bekasi Ajak Masyarakat Laksanakan 'Genggam'

Namun hidup berkembang di lingkungan masyarakat yang sering berinteraksi dengan Sungai Cimanuk.

Peristiwa “kawenehan” (kebetulan), seseorang menyaksikan ikan-ikan besar, berenang berkelompok mengitari lubuk. Biasanya ikan-ikan liar itu muncul secara tak terduga, pada saat di langit sebelah barat, bersemburat cahaya lembayung.
Sehingga disebut “ngalayung”. Sehingga ada seekor ikan besar, sejenis ikan mas, berwarna kuning kemerahan, dinamai “si Layung”.

Selain karena warnanya mirip “layung” (lembayung), ikan itu selalu muncul pada setiap peristiwa “kawenehan” parade ikan-ikan besar Sungai Cimanuk.
Ikan lain yang melegenda, adalah “si Rawing”.

Baca Juga: Pantangan ini Wajib Dipatuhi Saat Berwisata ke Curug Cilontar Bogor

Sejenis ikan kancra sebesar bantal.
Berwarna hijau kehitaman. Sering terkena pancing, namun selalu berhasil meloloskan diri. Sehingga bagian bibirnya sobek-sobek tak karuan.

Ya jadilah “rawing”.
Kadang-kadang “Si layung” dan “Si Rawing” bersama-sama memimpin parade ikan-ikan besar itu. Kadang-kadang, terpisah.

Muncul sendiri-sendiri, membawa barisan masing-masing.
Konon, banyak pemancing yang “kawenehan” menyaksikan pemandangan menakjubkan itu, terpukau. Berdiri atau duduk kaku bagaikan batu.

Baca Juga: Berkaca dari Sungai Citarum Walungan Cimanuk Kabupaten Garut jangan Sampai 'Wassalam'

Mereka tak mau bergerak. Takut menimbulkan suara gemerisik, yang akan membuat parade ikan liar itu bubar mendadak.
Takut kehilangan keindahan pemandangan yang sedemikian mempesona, dan jarang sekali terjadi.

Kecuali yang “kawenehan” itu saja. Betapa tidak! Belasan atau puluhan ekor ikan berbagai warna dan ukuran, begitu asyik “ngalayung”.

Berenang berbarengan di atas permukaan air lubuk. Begitu lembayung lenyap di garis horison langit, mereka bubar. Menyelam kembali ke kedalaman lubuk. Masuk ke “sedong” tersembunyi di dasar lubuk.

Baca Juga: Kisah Mistis yang Menyelimuti Jalur Tengkorak di Cikidang Sukabumi

Tempat mereka hidup dan berkembang biak, terlindung dari ancaman para penjala dan pemancing.
Maka tak sedikit yang datang ke Sungai Cimanuk, tanpa membawa alat penangkan ikan, pancing atau jala.

Tujuannya hanya sekedar berharap “kawenehan” melihat peristiwa langka itu.
Apakah setelah habitat sungai rusak diobrak-abrik limbah, penebangan liar dan penggunaan zat kimia atau elektrik dalam penangkapan ikan, yang menggejala sejak tahun 1980-an, masih ada parade ikan liar “ngalayung” di kala senja?

Entahlah! “Si Layung” dan “Si Rawing” hanya tinggal dongeng masa lalu yang sulit dipercaya masa kini.lu yang sulit dipercaya masa kini.***

Editor: Popi Siti Sopiah

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler