Ramai Pembatasan Tiktok, APINDO Soroti Kebijakan Soal Impor Barang : Ancam Pabrik di Sukabumi Bangkrut

- 5 Oktober 2023, 18:07 WIB
Ilustrasi TikTok Ditutup
Ilustrasi TikTok Ditutup /unsplash @nik/

MEDIA PAKUAN - Kebijakan pemerintah untuk menjadikan Tiktok hanya sebagai media sosial sorotan publik. Terbaru, Tiktok sudah tak bisa diakses untuk berbelanja online mulai Rabu 4 oktober 2023 pukul 17.00 WIB.

Menanggapi fenomena tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sukabumi menyebut barang dan item yang dijual murah di platform tersebut sudah masuk dalam kategori predatory pricing.

Wakil Ketua I Sektor Industri Padat Karya DPK APINDO Kabupaten Sukabumi, David FC Dharmadjaja mengatakan, imbas dari fenomena tersebut berdapak pada penjualan di pasar tradisional seperti Tanah Abang. Persoalan lainnya adalah produk lokal yang dijual di di pasar online harganya jauh lebih murah ketimbang dengan yang dijajakan di pasar konvesional.

Akan tetapi persoalan ini menurutnya bukan semata mata karena penjualan melalui aplikasi Tiktok.

Baca Juga: HUT TNI ke 78, Dandim 0607 Kota Sukabumi Tegaskan Jaga Netralitas di Pemilu 2024

"Kami merasa regulasi impor yang harus dikaji, dimana memungkinkan banyak barang impor mengalir ke Indonesia. Industri tekstil dan konveksi terkena dampak karena harga-harga yang ditawarkan di TikTok tidak masuk akal jika dibandingkan dengan harga produk lokal yang diproduksi secara langsung di pabrik," kata David, Kamis 5 Oktober 2023.

Atas dasar itu, APINDO meminta pemerintah untuk mnegkaji ulang regulasi mengenai barang impor yang harus lebih ketat terutama dalam memberikan pajak yang menguntungkan bagi industri padat karya dalam negeri.

Bukan hanya itu, menurutnya kesenjangan antara industri padat karya dan impor terletak pada kebijakan pemerintah dalam memberikan kemudahan akses terhadap mesin baru, keringanan pajak, dan bahan baku yang terjangkau.

Dampak nyata yang dirasakan industri tekstil di Sukabumi sudah terjadi saat pandemi Covid 19. Dia menyebut setidaknya ada 24.000 karyawan kehilangan pekerjaan selama periode tersebut, jumlah itu lebih banyak dari masa sebelum resesi ekonomi global yang mencapai 19.000 karyawan.

Halaman:

Editor: Manaf Muhammad


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah