Begitu juga keluar atau masuk rumah makan itu, semua orang orang kerdil. Lebih aneh lagi, baik pemilik warung maupun pengunjung tidak terdengar ada komunikasi sama sekali.
Bahasa isarat pun tidak. Dingin hening dan membisu.
Melihat gelagat aneh ini, ia pun beranjak keluar tak sempat memesan makanan atau minuman. Apalagi bulu kuduk mulai berdiri.
Iapun langsung tancap gas menuju Cianjur melewati tanjakan Gekbrong.
Dalam benaknya terpikir beribu pertanyaan siapakah mereka? Dan rumah makan apakah itu? Manusia atau bukan? Sampai saat ini pertanyaan itu belum terjawab. Apalagi rumah makan itu tidak pernah ditemukan lagi.***