Melihat Permainan Tradisional Adu Lisung Sukabumi yang Diadaptasi dari Legenda Jaman Pajajaran

24 April 2024, 13:06 WIB
Permainan tradisional Adu Lisung dimainkan santri di Ponpes Dzikir Al Fath Kota Sukabumi, Rabu 24 April 2024. /Manaf Muhammad/Media Pakuan



MEDIA PAKUAN - Adu Lisung menjadi permainan atau olahraga tradisional dari Sukabumi, Jawa Barat. Permainan ini lahir dan dikembangkan di Ponpes Dzikir Al Fath.

Pencipta olahraga tradisional Adu Lisung, KH Fajar Laksana mengatakan, permainan ini diadaptasi dari legenda di jaman kerajaan Pajajaran sekitar abad 14. Saat itu ada dua pendekar yakni Ki Tupang dan Nyi Centrik yang memberantas kejahatan perampokan dan pemberontakan.

Legenda tersebut tertulis di dalam Kitab Suwasit yang saat ini manuskripnya tersimpan di Museum Prabu Siliwangi, Kota Sukabumi yang berada di lingkungan Ponpes Dzikir Al Fath.

"Pada waktu itu Ki Tupang dan Nyi Centrik dan kemudian mereka orang sakti di dalam legendanya terjadi kekacauan ada perampokan di daerah kampung Pajajaran maka kemudian Ki Tupang dan Nyi Centrik itu naik Lisung," ujarnya, Kamis 24 April 2024.

Baca Juga: Baru Isi Bensin, Angkot Alami Kebakaran di SPBU Kota Sukabumi, Tangan Sopir Terbakar

"Lisungnya terbang lalu dengan halunya (tongkat) kemudian dengan lulumpangnya (tongkat) itu kemudian memukul para perampok. Setelah dari kejadian itulah maka kemudian ada yang namanya Ngagotong Lisung dan kemudian lisungnya diamukan dan Lisungnya diadukan," ucapnya.

Dia menjelaskan, lisung memiliki tiga lubang yang digambarkan sebagai suatu negara. Lubang di depan adalah Liang Batara Sungki yang berarti kekuatan pemimpin. Lalu lubang yang paling besar di tengah yakni Liang Sang Hyang Agung yang berarti kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian Liang Panjanang yang ada di belakang berarti kekuatan dari rakyat.

"Mengambil filosofi Lisung itu kita mendapatkan kemenangan dalam kehidupan maupun dalam kehidupan melawan kejahatan apabila kita memiliki tiga kekuatan. Satu kekuatan spiritual kekuatan kita dekat dengan Sang Maha Pencipta kekuatan iman dan taqwa kita, kedua kita punya jiwa kepemimpinan dan ketiga kita punya hubungan dengan lingkungan dengan masyarakat yang baik sehingga dengan kekuatan yang bersatu maka kita bisa hadapi apapun serangan dari kejahatan maupun buat bangsa dan negara," tuturnya.

"Itu kemudian digambarkan oleh Adu Lisung. Adu Lisung adalah gambaran bagaimana kita melawan kejahatan dengan memiliki tiga kekuatan tadi," tambahnya.

Baca Juga: Pilkada 2024 di Kota Sukabumi Sedot APBD hingga Rp25 miliar, KPU : Mudah-mudahan hanya Satu Putaran

Permainan tradisional Adu Lisung dilakukan di lapangan persegi panjang dengan lebar panjang 10 x 5 meter. Adu Lisung dimainkan oleh dua tim. Masing-masing tim terdiri dari empat pemain yang memanggul atau menggotong lisung yang sudah dimodifikasi. Lalu lisung tersebut diadu dengan cara didorong oleh para pemain.

Di antara dua lisung yang diadu, dipasang kayu kuncian supaya lisung tidak bergeser ketika saling dorong. Lisung yang keluar lapangan akan dihitung poin bagi lawan.

"Adu Lisung itu total permainannya 10 menit di mana Kemudian ada dua Lisung yang kemudian saling dorong mendorong. Bagi grup yang bisa mendorong lawannya jauh ke belakang maka grup itu yang mendapatkan kemenangan," cetusnya.

Permainan Adu Lisung juga dipimpin oleh wasit. Saat permainan ini berlangsung, diiringi dengan musik kendang pencak karena Adu Lisung merupakan pengembangan dari olahraga pencak silat. Permainan ini hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.

Baca Juga: Sungai Ciseupan Meluap, Belasan Rumah Warga Kota Sukabumi Diterjang Banjir Limpasan

"Sebetulnya yang bermain ini ada aturan pokok yaitu orang dewasa dan memiliki kekuatan fisik yang kuat karena dia harus memanggul Lisung yang cukup berat dan harus memiliki dorongan. Secara keseluruhan tingkat keamanannya sangat aman tetapi hanya harus punya kekuatan fisik karena kalau fisiknya tidak kuat dia tidak akan bisa menggotong lisung dan tidak bisa," tandasnya.

Permainan Adu Lisung biasa ditampilkan di Ponpes Dzikir Al Fath dan Museum Prabu Siliwangi ketika ada kunjungan wisatawan, tamu istimewa, dan pejabat.

Salah seorang siswi kelas 4 SD Mardi Waluya bernama Violin (10) mengaku terpukau saat menonton kesenian pencak silat dan Adu Lisung. Dia baru pertama kali berkunjung ke Museum Prabu Siliwangi dan Ponpes Dzikir Al Fath.

"Seru banget, silat. Adu lisung juga seru. Seru juga, koleksi hewan-hewan," kata Violin, Kamis 24 April 2024.

Baca Juga: Aset Tersangka TPPU Eko Darmanto di Sukabumi telah Diblokir, akan Disita KPK

Uke Nila Kusuma selaku Waka kurikulum SD Mardi Waluya menambahkan, ini merupakan kali kedua dirinya mengajak siswa siswi untuk belajar ke Museum Prabu Siliwangi dan Ponpes Dzikir Al Fath sebagai penerapan Kurikulum Merdeka. Dalam kunjungan kali ini, dia membawa 45 siswa siswi, dan lima pendamping.

"Pendapat saya dengan adanya Ponpes Modern Dzikir Al Fath ini luar biasa sekali karena selain menambah pengetahuan anak-anak, kita juga belajar banyak hal tidak hanya pendidikan atau mata pelajaran saja tapi kita juga belajar banyak tentang kemandirian anak-anak. Kan di sini dari SD sampai kuliah jauh dari orang tua dan mandiri," paparnya.

"Kedua bisa mengenal kesenian-kesenian yang notabene kami ini dari luar daerah, kita paham tentang budaya, adat istiadat yang ada di Jabar. Kemudian di sini kita juga walaupun bukan muslim tapi diterima dengan baik dengan welcome oleh santrinya, pengurusnya, mereka menerima kami dengan baik sekali," pungkasnya.***

Editor: Manaf Muhammad

Sumber: Media Pakuan

Tags

Terkini

Terpopuler