Buruh Tolak Tapera! Said Iqbal: Beban Rakyat, Sasaran Empuk Korupsi

- 30 Mei 2024, 07:48 WIB
Buruh Tolak Tapera! Said Iqbal: Beban Rakyat, Sasaran Korupsi
Buruh Tolak Tapera! Said Iqbal: Beban Rakyat, Sasaran Korupsi /Dimas Reza Y/Seputar Pantura/

MEDIA PAKUAN - Presiden Joko Widodo telah mengesahkan PP No. 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP No. 25 Tahun 2020 pada Senin (20/5/2024).

Peraturan Pemerintah ini mengesahkan perubahan terkait beberapa ketentuan penyelenggaraan

Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada PP No. 25 Tahun 2020.

Pengesahan PP No. 21 Tahun 2024 menuai berbagai reaksi publik.

Pasalnya, masyarakat harus menerima pemotongan gaji sebesar 2,5% setiap bulannya sebagai imbas dari disahkannya Peraturan Pemerintah ini.

Pemberlakuan kebijakan Tapera berdasarkan PP No. 25 Tahun 2020 menuliskan bahwa pemberi kerja paling lambat mendaftarkan ke BP Tapera tujuh tahun setelah PP berlaku.

Jadi dapat disimpulkan, kebijakan Tapera berlaku paling lambat tahun 2027.

Baca Juga: Peringati Hari Buruh, Pj Wali Kota Sukabumi Tekankan Pentingnya Berhubungan Baik Dengan Buruh

Buruh tolak Tapera

Presiden Partai Buruh Said Iqbal merespons kebijakan pungutan Tabungan Perumahaan Rakyat (Tapera) yang akan dibebankan ke pekerja dan pengusaha.

Menurut Iqbal, kebijakan iuran Tapera tidak tepat jika dijalankan saat ini.

“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat,” ujar Said dalam pernyataan resminya, Rabu (29/5).

Said menyebut, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera.

Terlebih soal kepastian memperoleh rumah bagi buruh dan peserta Tapera setelah bergabung dengan program tersebut.

Baca Juga: May Day 2024! Ribuan Buruh Jabodetabek akan Geruduk Istana, Sodorkan 2 Tuntutan

Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

Said pesimistis soal kecukupan dana yang dikumpulkan tersebut. Menurutnya, mustahil dengan angka pungutan 3% bisa membantu buruh membeli rumah.

Dia menggambarkan upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan.

Bila dipotong 3% per bulan maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun.

Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul hanya Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

"Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan?," ujarnya.

"Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," tegasnya.

Baca Juga: Patah Kaki hingga Gaji Ditunggak, Buruh Sukabumi Minta Keadilan sebab Perusahaan Tak Tanggung Jawab

Said juga mengkritisi peran pemerintah yang minim. Sebab, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh.

Dia menilai, hal tersebut tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat.

Bukan malah buruh disuruh bayar 2,5% dan pengusaha membayar 0,5%

Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.

Kata Said, jangan sampai Tapera menjadi ladang korupsi baru sebagaimana terjadi di Asabri dan Taspen.

"Partai Buruh dan KSPI menolak program Tapera dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh, PNS, TNI, Polri dan Peserta Tapera," tegasnya.

Said memastikan, Partai Buruh dan KSPI sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk menanggapi isu Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang membebani rakyat.***

Editor: Popi Siti Sopiah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah