IPW Desak Polri Bongkar Mafia Rumah Sakit yang Diduga Memanfaatkan Covid-19 Demi Keuntungan

- 3 Oktober 2020, 16:33 WIB
Ilustrasi Covid-19.
Ilustrasi Covid-19. /Fernandozhiminaicela / Pixabay


MEDIA PAKUAN - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta Bareskrim Polri segera membongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan.

Modusnya pihak rumah sakit menyatakan seseorang terjangkit Covid-19, meski sesungguhnya tidak terpapar.

"Segera bongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk meraih keuntungan dengan cara meng-COVID-kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena COVID-19," kata Neta S Pane seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 3 Oktober 2020.

Baca Juga: Indonesia Dorong Penghapusan Senjata Nuklir

Neta juga menyinggung ucapan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko di Semarang, Jumat, 2 Oktober 2020, terkait dengan isu rumah sakit rujukan meng-COVID-kan pasien yang meninggal untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.

Saat itu Moeldoko menegaskan, "Harus ada tindakan serius agar isu yang menimbulkan keresahan masyarakat ini segera tertangani." tegasnya.

Disayangkannya hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda-tanda akan bergerak.

Baca Juga: Lima Warna Pakaian yang Cocok Untuk Wanita Dengan Tubuh Berisi

Ia melihat Bareskrim Polri belum bergerak untuk mengusut dan memburu mafia rumah sakit tersebut.

Padahal, kata dia, tudingan meng-COVID-kan orang sudah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial.

Berdasarkan data IPW, keuntungan yang diperoleh mafia rumah sakit dalam meng-COVID-kan orang jumlahnya tidak sedikit sebab biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp290 juta.

"Jika mafia rumah sakit meng-COVID-kan puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka 'rampok' di tengah pandemi COVID-19 ini," ujarnya.

Baca Juga: Tahun Ini Tradisi Rasulan Warga Gunung Kidul Berlangsung Sederhana

Dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien COVID-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari, asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah.

Untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang.

Neta menilai angka yang tidak kecil ini membuat mafia rumah sakit bergerak untuk "merampok" anggaran tersebut.

Ia pun tak mengherankan apabila banyak kabar beredar mengenai masyarakat yang diminta menandatangani surat pernyataan bahwa anggota keluarganya terkena COVID-19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit.

"Padahal, sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain. Selain itu, ada orang diperkirakan COVID-19 lalu meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif," katanya.

Baca Juga: Jerman Gunakan Jaringan 5G Huawei Amerika Serikan Babak Belur

Apabila Bareskrim Polri tidak peduli terhadap kasus tersebut, Neta menyarankan agar kejaksaan dan KPK segera turun tangan agar situasi pandemi ini tidak dimanfaatkan oleh para mafia rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat.

"Bareskrim Polri, kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor," ujar Ketua IPW.

Ia menambahkan bahwa kejahatan yang melibatkan oknum rumah sakit ini adalah sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara. (Lupi Alawiyah)

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x