Demi Kejar Konten, Jangan Abaikan Keselamatan Saat Liput Bencana, Deni Yudiawan: Tak Ada Berita Seharga Nyawa

29 Agustus 2023, 12:10 WIB
Jurnalis senior, Deni Yudiawan disela-sela kegiatan Jurnalist Camp PRMN X Eiger 2023 di Sari Ater, Kabupaten Subang beberapa waktu lalu. /PRMN/


MEDIA PAKUAN - PROSEDURAL peliputan harus benar-benar dipatuhi oleh seorang wartawan saat meliput bencana alam. Perlu diketahui tidak ada berita seharga nyawa saat mengambil peristiwa bencana alam.

Hanya demi konten dan tayang berita agar cepat dibaca orang, peliput berita mengabaikan nyawanya sendiri demi mengejar momen berita bencana alam.

Hal tersebut diungkapkan jurnalis senior, Deni Yudiawan disela-sela kegiatan Jurnalist Camp PRMN X  Eiger 2023 di Sari Ater, Kabupaten Subang beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Waduh, Kualitas Udara Kota Sukabumi Tidak Sehat, Dinkes Imbau Pakai Masker

“Kita harus cermat dan penuh perhitungan saat mengambil peristiwa bencana alam. Jangan wawanianan sehingga mengabaikan nyawa sendiri,” katanya.

Peristiwa bencana memang sangat menarik untuk diliput. Tapi, kata Deni Yudiawan yang kerap disapa Kang Deni disela-sela pemaparan mengenai Socio Eco Journalism, ada beberapa koridor yang harus dipatuhi para jurnalis.

Diantaranya, menjunjung tinggi kode etika jurnalistik dan moralitas. Terutama terhadap korban bencana yang tertipa musibah.

Baca Juga: Hasil Pertandinganan Kapolri Cup 2023 di Babak 8 Besar,Jawa Timur Tumbangkan Jawa Barat 3 Set Langsung

Jangan bertanya kepada korban dengan beberapa pernyataan terkesan kurang empati.

"Seperti pertanyaan, sedihkah anda dengan bencana ini. Berikan empati kepada korban bencana dengan pertanyaan-pertanyaan cerdas,” katanya.

Selain itu, kata Jurnalis Koran Harian Umum Pikiran Rakyat sajikan berita dengan informasi sesuai data dan fakta apa adanya.

Jangan bingungkan masyarakat atau pembaca dengan berita simpang-siur karena mengabaikan fakta dan data dilapangan.

“Lakukan verifikasi secara terus-menerus sebelum menulis. Karena pertahanan benteng terakhir bagi jurnalis, ada pada verifikasi,” kata Trainer Jabar Saber Hoaks.

Baca Juga: Kuahnya Gurih Bikin Ketagihan,Ini Resep Membuat Mie Celor Khas Palembang

Pengajar disejumlah perguruan tinggi di Kota Bandung itu, memberikan tips-tips peliputan bencana alam yang terjadi.

Selain tidak mengabaikan fakta dan data peristiwa yang benar. Juga pemberitaan dapat dilakukan dengan pengamatan disekitar lokasi bencana.

Wawancara merupakan sebagian kecil saja untuk mendapatkan informasi.

"Pemberitaan bisa dilakukan dengan cara pengamatan. Misalnya kondisi ditempat pengungsian hingga dapur umum,” katanya.

Baca Juga: Polisi berhasil Menangkap 2 DPO Sindikat Pencopet di KRL dan Stasiun Jabodetabek

Selanjutnya, kata Kang Deni, berikan informasi yang lebih maju agar korban bencana tidak lagi hanyut dalam kesedihan terus menerus.

Momen berita kesedihan hanya terjadi, maksimal tiga hari pasca bencana alam terjadi.

“Momen tersebut sangat bagus untuk pemberitaan. Termasuk pengambilan gambar atau foto bencana yang terjadi,”katanya.

Namun sepekan kemudian, kata Pengajar Prodi Sastra Inggris Universitas Pasundan, tidak elok bila momen selanjutnya diberitakan mengenai kesedihan dan air mata korban bencana.

Baca Juga: Pedas,Asam,dan Gurih ,Ini Resep Membuat Lema Makanan Khas Bengkulu

Berikan informasi yang lebih maju kepada pembaca, termasuk korban bencana tidak larut dalam kesedihan.

Misalnya, progres penanganan bencana yang dilakukan pemerintah. Masalah sanitasi air, kondisi tempat penampungan pengungsi hingga proses pemulihan pasca bencana.

"Jangan ada lagi jurnalis kesedihan, karena air mata sudah kering,” katanya. 

Selanjutnya, kata Deni Yudiawan lakukan wawancana dengan lebih menekankan Why dan How.

Karena tugas wartawan memberikan solusi dan langkah yang harus dilakukan pemerintan, terutama pasca bencana alam telah terjadi.***

 

 

Editor: Ahmad R

Sumber: Media Pakuan

Tags

Terkini

Terpopuler