Belum Reda Gaza Dibombardir, AS dan Eropa Tuduh Hamas Organisasi Teroris: Peluang Damai Tipis

- 21 Januari 2024, 15:25 WIB
Pasukan Israel menghancurkan rumah dua pria bersenjata Hamas yang melakukan serangan penembakan mematikan di halte bus di pintu masuk Yerusalem pada November, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Yerusalem Timur, 9 Januari 2024.
Pasukan Israel menghancurkan rumah dua pria bersenjata Hamas yang melakukan serangan penembakan mematikan di halte bus di pintu masuk Yerusalem pada November, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Yerusalem Timur, 9 Januari 2024. /Reuters/Ammar Awad/
 
 
 
MEDIA PAKUAN - konflik Israel-Palestina adalah konflik yang paling buruk sepanjang sejarah, hingga kini korban tewas telah mencapai 24.000 sedangkan tanda-tanda perdamaian belum juga terlihat.

Bukan tanpa alasan konflik kedua negara ini sulit direalisasikan kesepakatan mengakhiri konflik rumit ini sudah ada selama beberapa dekade.

Namun, perbatasan Israel dan Palestina di masa depan, status Yerusalem, pengembalian pengungsi Palestina, distribusi air atau penggunaan kekerasan sebagai senjata politik.
 
Sejak awal telah menjadi hambatan utama yang menghalangi kemajuan dalam proposal perdamaian.
 
Baca Juga: Link Live Streaming Bintang Timur Surabaya VS Fafage Banua pada Liga Futsal Profesional :Saksikan Sekarang

Ketika Perjanjian Oslo ditandatangani pada 1993, wilayah palestina dibagi menjadi dua, sekitar 110.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat, dan sektar 140.000 di Yerusalem Timur.

Persoalan permukiman Yahudi akan menjadi sesuatu yang harus diselesaikan di kemudian hari, tapi perjanjian Israel dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyepakati tidak ada pembangunan koloni baru.

Setelah gencatan senjata tahun 1949, yang mengakhiri perang antara Israel dan negara-negara tetangganya di Arab, Israel dan Palestina dibatasi oleh garis Hijau.

Garis Hijau memisahkan Yerusalem menjadi dua dan membatasi Tepi Barat dan Gaza.
 
Baca Juga: Link Live Streaming Unggul FC VS Black Steel pada Liga Futsal Profesional :Saksikan Sekarang

Selama Perang Enam Hari pada tahun 1967, Israel mencaplok Yerusalem Timur dan menduduki Gaza serta Tepi Barat, di mana pemerintah Israel berturut-turut membangun pemukiman Yahudi, mengabaikan Garis Hijau.

Pada tahun 2005, Israel membongkar permukimannya di Gaza dan menarik diri dari Jalur Gaza.

Semua permukiman ini, berdasarkan hukum internasional, adalah ilegal.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menegaskan kembali bahwa permukiman yang dibangun Israel di wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967, termasuk di Yerusalem.

"pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan merupakan penghalang utama bagi visi dua negara untuk hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan, di dalam batas-batas yang diakui secara internasional."
 
Baca Juga: Masyarakat Tunggu Kejutan, Debat Cawapres Desak Lebih Berkualitas: Minggu 21 Januari 2024 Malam Hari Ini

Tapi, Israel tidak melihatnya seperti itu, dan menganggap semua permukiman yang disahkan adalah legal.

Perjanjian Oslo II membagi Tepi Barat menjadi tiga zona: A, yang meliputi daerah perkotaan Palestina dan berada di bawah kendali sipil dan polisi Otoritas Nasional Palestina (PNA);

Zona B, di bawah kendali sipil Palestina dan militer Israel;

dan zona C, dengan kendali penuh militer dan sipil Israel dan meliputi 60% dari wilayah tersebut. Di situlah permukiman-permukiman berada.

Warga Palestina dan organisasi-organisasi seperti B'Tselem dan Peace Now mengecam fakta bahwa Israel hampir tidak memberikan izin pembangunan di Area C kepada warga Palestina, tapi tetap membiarkan pertumbuhan permukiman Yahudi.

"Kami tidak melihat adanya perdamaian antara Israel dan Gaza ketika Israel menghancurkan 27 permukiman dan memindahkan 8.000 orang Yahudi dari rumah mereka di Jalur Gaza (pada tahun 2005)," kata peneliti.
 
Baca Juga: Saksikan Debat Cawapres, Minggu 21 Januari 2024 Malam Ini: Ditayangkan SCTV, Indosiar dan Metro, Nonto Yuk!

Gerakan nasional Palestina telah terpecah sejak berdirinya organisasi Islam Hamas pada tahun 1987, yang melemahkan posisi hegemonik PLO pimpinan Yasir Arafat, yang didukung oleh kelompok Fatah.

Hamas dibiarkan memerintah Gaza, sementara PA, yang didominasi oleh Fatah, mempertahankan kendali atas Tepi Barat. Sejak itu tidak ada pemilu ulang, dan Mahmud Abbas, presiden ANP, tetap berkuasa

"Kesempatan perdamaian telah hilang ketika Hamas memenangkan pemilu, dan berusaha membentuk pemerintahan koalisi dengan Fatah, sesuatu yang tidak diinginkan oleh Barat, dan memperdalam keretakan di antara warga Palestina," kata sejarawan Rachid Khalidi

Hamas dituduh sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.***


 
 
 
 
 
 

Editor: Ahmad R

Sumber: BBC


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x