MEDIA PAKUAN - Pemerintah Australia membatalkan program vaksin Covid 19 dengan University of Queensland (UQ) dan perusahaan bioteknologi lokal CSL Jumat, 11 Desember 2020.
Keputusan tersebut disampaikan Pihak-pihak yang terkait, bahwa kesepakatan bagi pemerintah Australia untuk membeli lebih dari 50 juta dosis vaksin telah dibatalkan.
Pembatalan program ini setelah adanya pengembalian hasil tes HIV positif palsu.
Baca Juga: Bertabur Bintang, Shopee Tampilkan Stray Kids dan GOT7 Live Di TV Show Shopee 12.12 Birthday Sale!
"Tidak mengherankan bahwa tidak semua kandidat vaksin berhasil melewati proses uji coba dan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan menjadi tujuan utama pemerintah," ujar Perdana Menteri Australia, Scott Morrison.
Menyusul kegagalan vaksin UQ, pemerintah Australia akan menugaskan pembuatan tambahan 20 juta dosis Oxford atau AstraZeneca dan meningkatkan vaksin US Novavax hingga 50 juta dosis.
UQ dan CSL pun menekankan bahwa tidak ada kemungkinan vaksin menyebabkan infeksi HIV.
Hal ini dibuktikan dengan adanya 216 orang yang terlibat dalam percobaan tidak mengalami efek kesehatan yang merugikan.
Chief Scientific Officer untuk CSL Dr. Andrew Nash mengatakan hasilnya menyoroti risiko kegagalan yang terkait dengan pengembangan vaksin dini.
Masalahnya berasal dari penggunaan protein HIV untuk menstabilkan vaksin penjepit molekuler UQ.
Baca Juga: Jangan Lupa Cek Disini! Dibuka Lowongan Kerja di PT Pos Indonesia Desember 2020, Berikut Syaratnya
Meskipun tidak berisiko bagi kesehatan, keberadaan protein tersebut memicu tanggapan antibodi yang dapat dideteksi dalam tes HIV.
Dengan itu, karena implikasi pemberian vaksin kepada populasi yang lebih luas dan potensi gangguan pada prosedur pengujian HIV yang ada, CSL dan pemerintah Australia sepakat bahwa pengembangan vaksin tidak akan dilanjutkan ke uji coba Tahap 2/3.
Baca Juga: Indonesia Dilanda Potensi Hujan Lebat hingga Sedang Hari Ini, BMKG Himbau Masyarakat Berhati-hati
CSL akan melanjutkan rencana untuk memproduksi sekitar 30 juta dosis kandidat vaksin Oxford atau AstraZeneca dengan dosis pertama yang direncanakan untuk dirilis di Australia pada awal 2021.
Morrison pun mengatakan, pihaknya akan terus mendukung dan mendanai pekerjaan yang mereka lakukan pada penelitian penjepit molekuler pada vaksin, yang dapat diterapkan di berbagai bidang.
"Saya benar-benar berterima kasih, Profesor Paul Young dan semua tim di Universitas Queensland atas pekerjaan luar biasa yang telah mereka lakukan dalam mendapatkan vaksin ke tahap itu," ujar Morrison.***