Menurut Penelitian, Cokelat Bisa Menurunkn Risiko Stroke dan Diabetes

- 10 Agustus 2020, 08:53 WIB
COKELAT selain jadi idola saat diberikan saat Valentine, ternyata juga mengandung banyak manfaat.
COKELAT selain jadi idola saat diberikan saat Valentine, ternyata juga mengandung banyak manfaat. /PIXABAY

Namun, peneliti tidak dapat menentukan jumlah optimal yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan karena produk cokelat dibuat dengan susu, gula, dan lemak dalam jumlah yang bervariasi.

Untuk alasan ini, Dr. Krittanawong menyarankan agar jangan terlalu banyak mengonsumsinya.“Cokelat dalam jumlah sedang tampaknya melindungi arteri koroner tetapi kemungkinan jumlah besar tidak. Kalori, gula, susu, dan lemak dalam produk yang tersedia secara komersial perlu dipertimbangkan, khususnya pada penderita diabetes dan orang gemuk," tutur dia.

Konsumsi dua porsi cokelat membantu mencegah diabetes. Namun, ketika konsumsi ditingkatkan menjadi sekitar enam porsi per minggu, tidak ada efek positif yang tercatat pada kontrol diabetes.

Baca Juga: Hanya 43 Hari, Album Baru BLACKPINK Tembus 400 Juta Views

Pada kasus penyakit jantung bawaan (PJK) dan stroke, konsumsi cokelat kurang dari tiga porsi per minggu turunkan risiko penyakit itu.“Kesimpulannya, asupan cokelat dikaitkan dengan penurunan risiko PJK, stroke, dan diabetes. Mengkonsumsi cokelat dalam jumlah sedang [kurang dari enam porsi per minggu] mungkin optimal untuk mencegah gangguan ini, ”tulis para penulis.

Cocoa, bahan utama dalam cokelat, mengandung flavonol, antioksidan yang dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes, menurut Mayo Clinic."Cokelat mengandung nutrisi yang menyehatkan jantung seperti flavonoid, metilxantin, polifenol, dan asam stearat yang dapat mengurangi peradangan dan meningkatkan kolesterol baik, '' ujar Dr. Krittanawong.

Baca Juga: Bagaimana Gejala Ringan COVID-19 Dapat dengan Cepat Menjadi Serius? Ini Penjelasannya

Hanya, studi baru ini tidak memeriksa berbagai jenis cokelat yang tersedia, karenanya makalah itu tidak menyebutkan cokelat hitam secara khusus.

Oleh karena itu, uji coba terkontrol acak jangka panjang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut, kata peneliti.(***)

Halaman:

Editor: Toni Kamajaya

Sumber: Ringtimes Bali


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah