Wayang Sukuraga Ikon Sukabumi Menampilkan Pesan Moral Kekinian

- 7 November 2020, 06:15 WIB
Penampilan wayang sukuraga
Penampilan wayang sukuraga /

 

MEDIA PAKUAN-Wayang Sukuraga tidak jauh berbeda dengan pertunjukan  wayang disejumlah daerah di Indonesia.

Pertunjukan wayang yang secara resmi ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi menjadi ikon seni khas budaya Kota Sukabumi, 12 Februari 2016 lalu.

Ternyata mulai diperkenankan kepada khalayak luas pertengahan 1997 itu, dapat digelar di mana pun. 

Termasuk di tempat parkir sekalipun. Apalagi pementasan pertunjukan Wayang Sukuraga itu, lebih banyak hiburannya

Hanya saja, wayang Sukuraga menampilkan isu-isu yang kekini-kinian. Terutama terkait permasalahan  sosial  yang terjadi ditengah-tengah  masyarakat.

Baca Juga: Mengungkap Misteri Keberadaan Gunung Wayang di Ciracap Sukabumi

Selain itu, wayang yang bermedia didominasi terbuat dari kulit hewan tidak berpatokan pada sosok  tokoh pewayang pada umumnya.

Seperti tokoh-tokoh pandawa, kurawa, semar hingga tokoh ikon pewayangan umumnya, si Cepot. Begitupun tidak mengenal cerita perang Bratayuda hingga tokoh pandawa hingga kurawa. 

Biasanya, tokoh-tokoh yang di tampilkan wayang Sukuraga bisa berbentuk boneka yang dipadukan seni lukis, rupa, musik dan kerajinan.

Bahkan hampir setiap pertunjukan, tokoh yang di tampilkan berbentuk sosok mulut, telinga, mata, kaki, hidung, hati, tangan, lingga dan yonia. 

Baca Juga: Dalang Favorit Ki Seno Sang Dalang Kondang

Sesuai 'pakem' Sukuraga berpatokan pada filosopi wayang tersebut. Sukuraga yang berarti wayang, dan manusia adalah dalang, maka pertunjukan tidak memerlukan ruang, waktu hingga nayaga atau pemain gamelan  banyak.

"Wayang Sukuraga lebih menampilkan pesan penting disampaikan ke timbang di pertunjukan. Sehingga di mana pun wayang Sukuraga pesan harus disampaikan. Sekalipun disela-sela ngobrol di warung kopi sambil lesehan," kata Dalang sekaligus Pencipta Wayang Sukuraga, Effendi.

Effendi mengatakan pertunjukan wayangnya lebih mengajak untuk mengetahui makna dari kata lima nada pada seni karawitan. Yakni Da, Mi, Na, Ti, La. Makna Da yang berati dari mana datangnya semua umat Manusia, Mi yang berarti milik siapa dunia serta seluruh isinya.

"Sementara Na bermakna nanti semua makhluk hidup akan kembali ke asalnya. TI berati tidak kekal di dunia hanya sementara. Serta LA yang berati lakukan lah perintah Maha Pencipta," katanya.

Baca Juga: Dalang Kondang Ki Seno Meninggal Dunia, Inilah Sejarah Kariernya hingga Meninggal

Sementara makna yang disampaikan, kata Effendi berbeda dengan alur cerita pewayangan pada umumnya. Narasi pertunjukan Wayang Sukuraga tidak mengenal dengan cerita klasik Ramayana dan Mahabharata.

Tapi pementasan wayang ini, berfilosofi agar manusia secara utuh mengenal dirinya. Sehingga tokoh tokoh pada pewayangan terdiri dari sebagainya anggota tubuh manusia. Pertunjukan mengingatkan manusia agar dalam kehidupannya tidak hanya mencari duniawinya. Tapi akhirat harus diraih.

"Sehingga setiap pertunjukan banyak menceritrakan komplik manusia secara internal. Terutama konflik para anggota badan manusia," katanya.

Baca Juga: Wayang Sukuraga Sukabumi Tembus Mancanegara.

Diiringan musik kolaborasi yang dipandu musik etnik tradisional dan modern, kata Effendi, pertunjukan bernarasi dialog berkarakter kekini-kinian.

Sehingga tema bisa keberagaman. Termasuk, cerita penting bergotong royong, kenakalan remaja, narkoba hingga berita Hoax." Bahkan bisa pertunjukan dengan tema, isu wabah pandemi Covid-19,"katanya.***

Editor: Ahmad R


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x